Repeater Ilegal Banyak Ditemukan di Kos-kosan

Penduduk yang 'bandel' di wilayah pemukiman padat kerap menggunakan repeater. Salah satunya adalah lingkungan kos-kosan.

oleh Andina Librianty diperbarui 05 Jun 2014, 13:41 WIB
Repeater (ist.)

Liputan6.com, Jakarta - Istilah 'berebut sinyal' saat kualitas jaringan telekomunikasi menurun, sudah tidak asing lagi terdengar di telinga para pengguna perangkat telekomunikasi seperti smartphone dan tablet. Selain karena kualitas jaringan yang belum baik secara keseluruhan, tak jarang perangkat penguat sinyal (repeater) disebut sebagai 'biang kerok'.

Repeater ilegal yang mudah ditemukan, terutama di internet, menjadi penyebab maraknya penggunaan repeater. Menurut Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Muhammad Budi Setiawan, penduduk yang 'bandel' di wilayah pemukiman padat kerap menggunakan repeater. Salah satunya adalah lingkungan kos-kosan.

"Kebanyakan penggunaan repeater ini ditemukan di kos-kosan. Karena semakin banyak penduduk, maka tak jarang mereka merasa sinyalnya kurang bagus, sehingga menggunakan repeater. Penggunaan repeater di tempat-tempat tersebut semakin meluas," jelas Budi dalam diskusi panel 'Penyalahgunaan Penguat Sinyal Seluler: Dapatkah Ditertibkan', di Jakarta Convention Center, Jakarta. 

Kendati demikian, ketimbang menggunakan repeater ilegal ternyata masih ada pengguna yang melaporkan gangguan jaringan telekomunikasi secara langsung kepada operator. Sehingga tidak mengganggu pihak lain.

Melihat masih adanya masyarakat yang peduli dengan kenyamanan bersama dalam menggunakan jaringan telekomunikasi, Budi optimis Indonesia bisa menertibkan penggunaan repeater. Di Indonesia, sambungnya, Kementerian Kominfo bersama dengan SDPPI memiliki balai monitoring di sejumlah wilayah, yang salah satu tugasnya adalah memantau repeater dan jammer (alat penghilang sinyal).

Penggunaan repeater sendiri bukan hal terlarang, selama masih mengikuti peraturan. Penggunaan repeater seluler diperbolehkan sepanjang memenuhi persyaratan teknis yaitu telah melalui proses sertifikasi di Ditjen SDPPI, dalam hal ini Direktorat Standardisasi PPI. Selain itu, kata Budi, pabrikan, importir, distributor, atau vendor yang memperdagangkan perangkat repeater seluler diharuskan memiliki kejasama dengan operator telekomunikasi terkait.

Bagi masyarakat diwajibkan menggunakan perangkat repeater yang telah memiliki sertifikasi dari Ditjen SDPPI.

"Penggunaan repeater wajib memenuhi peraturan teknis, begitu juga masyarakat harus memiliki repeater yang memiliki sertifikat resmi. Tapi nyatanya masih ada repeater-repeater ilegal yang dijual di tempat-tempat umum, termasuk di internet," sambungnya.

Untuk lebih menertibkan repeater, target utama ialah mengedukasi para pelaku usaha, mengingat semakin bebasnya penjualan perangkat tersebut. Terlebih lagi pengoperasian repeater tanpa izin dikategorikan sebagai praktek melawan hukum, terkait pelanggaran beberapa ketentuan dalam UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi.

:Penertiban ini melibatkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) terkait UU.No 36/1999, Pemerintah Daerah setempat, balai monitoring, hingga instansi lainnya. Sedangkan untuk pengguna, kami juga berikan edukasi dan peringatan, tapi jika tetap bandel bisa di bawa ke ranah hukum," ungkap Budi.

Baca juga:
Siap-siap, Razia Penggunaan Repeater Ilegal Bakal Digelar
Repeater Ilegal Bikin Rugi Pengguna dan Operator Selular
Ganggu Layanan Operator, Kominfo Tertibkan Repeater Ilegal


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya