Repeater Ilegal Bikin Gerah Operator

"Repeater ilegal banyak ditemukan di permukiman padat penduduk, seperti kos-kosan. Hal ini berdampak pada layanan voice, SMS dan data."

oleh Andina Librianty diperbarui 05 Jun 2014, 18:01 WIB
(Foto: HuffingtonPost.com)

Liputan6.com, Jakarta - Operator mengeluhkan penggunaan perangkat penguat sinyal (repeater) ilegal yang menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas jaringan telekomunikasi. Bahkan tak jarang jika repeater yang dipasang tidak sesuai persyaratan dan tanpa melakukan sinkronisasi teknis dengan operator seluler bersangkutan, menimbulkan interfensi pada jaringan telekomunikasi secara umum.

Karena itu, para operator telekomunikasi melalui Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), mengimbau pelaku usaha dan masyarakat untuk tidak menggunakan repeater ilegal. Hal ini agar konsumen bisa mendapatkan layanan telekomunikasi seluler secara optimal. 

Diungkapkan Ketua Umum ATSI, Alexander Rusli, koneksi jaringan telekomunikasi, termasuk data, saat ini adalah salah satu kebutuhan utama dalam gaya hidup digital masyarakat.

"Kalau jaringan telekomunikasi terganggu, kehidupan digital menjadi tidak nyaman," tutur Alex dalam diskusi panel 'Penyalahgunaan Penguat Sinyal Seluler: Dapatkah Ditertibkan', di Jakarta Convention Center, Jakarta.

Alex yang juga Chief Executive Officer (CEO) Indosat mengungkapkan bahwa repeater ilegal yang mengganggu jaringan Indosat berdasarkan data terakhir mencapai sekitar 200-an. Namun diprediksi jumlah sebenarnya jauh lebih banyak.

"Repeater ilegal yang jangkauannya kecil seperti di dalam ruangan, kita tidak tahu berapa jumlahnya. 200-an repeater ilegal yang terdeteksi itu jangkauannya luas," jelas Alex.

Sementara itu, Vice President ICT Network Management Area Jabodetabek - Jawa Barat Telkomsel, Mustaqhfirin mengungkapkan bahwa hingga akhir tahun 2013 jumlah repeater ilegal yang mengganggu jaringan Telkomsel mencapai 121.

Dari total itu, paling banyak berada di area Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek) yaitu sejumlah 66 repeater ilegal yang mempengaruhi 275 BTS.

"Repeater ilegal banyak ditemukan di permukiman padat penduduk, seperti di kos-kosan. Hal ini berdampak pada layanan kami yaitu voice, SMS, dan Data," jelas Mustaqhfirin.


Next

Mustaqhfirin mengatakan bahwa cara menertibkan repeater adalah dengan memperkuat kualitas layanan, salah satunya dengan memberikan edukasi ke pengguna mengenai repeater melalui broadcast SMS.

Agar tidak merugikan berbagai pihak, maka penggunaan repeater pun harus ditertibkan. Pemerintah selaku regulator bersama dengan pihak-pihak terkait, optimis bisa menertibkan penggunaan repeater tersebut.

Menurut Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Muhammad Budi Setiawan, dibutuhkan kerjasama semua pihak untuk menertibkan dalam skala nasional.

"Agar penertiban lebih maksimal, tidak hanya dibutuhkan peran pemerintah (Kominfo), tapi juga instansi-instansi lain dan operator. Sehingga penertiban skala nasional bisa berjalan dengan baik," ungkapnya.

Pengoperasian repeater tanpa izin dikategorikan sebagai praktek melawan hukum, terkait pelanggaran beberapa ketentuan dalam UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi. Pertama melakukan perbuatan yang menimbulkan gangguan elektromaknetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi (pelanggaran Pasal 38).

Kedua diatur dalam Pasal 32 yaitu perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara RI tidak memperhatikan persyaratan teknis dan tidak berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, penggunaan spektrum frekuensi radio tidak memiliki izin dari pemerintah, yang merupakan pelanggaran Pasal 33 Ayat (1) dan (2).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya