Liputan6.com, Goettingen - Sejak dahulu kala, posisi Bulan yang menonjol di langit malam dan fasenya yang teratur banyak mempengaruhi budaya manusia: bahasa penanggalan, seni, juga mitologi. Satelit alami Bumi itu tak sekonyong-konyong ada, ia terbentuk dari sebuah tabrakan kolosal yang terjadi 4,5 tahun lalu. 'Great Impact'.
Belakangan, para peneliti menemukan bukti dunia lain yang menabrak Bumi miliaran tahun -- yang membentuk Bulan -- berdasarkan analisis dari batuan yang dibawa astronot Apollo: Planet Theia.
Temuan para ilmuwan tersebut menguatkan teori bahwa Bulan tercipta lewat ledakan dahsyat. Studi tersebut dimuat dalam jurnal ilmiah, Science.
Bahwa Bulan terbentuk dari tabrakan dahsyat antara Theia dan Bumi telah diterima secara luas.
Advertisement
Theia (ibu dari Dewi Bulan -- Selene--dalam mitologi Yunani) diperkirakan telah hancur. Puing dan debu planet itu bercampur dengan milik Bumi dan akhirnya membentuk rembulan.
Itu adalah penjelasan paling masuk akal dan cocok dengan simulasi komputer. Masalahnya, kelemahan utama dalam teori tersebut adalah tak ada satu pun yang pernah menemukan bukti Theia di sampel batuan Bulan.
Analisis sebelumnya menunjukkan, batuan Bulan berasal sepenuhnya dari Bumi, padahal analisis komputer menunjukkan, pastilah ada jejak-jejak Theia pada rembulan.
Asal-usul Alien
Kini analisis batuan menunjukkan material satelit alami planet manusia punya asal usul 'alien'. Asing. Menurut peneliti utama, Dr Daniel Herwartz dari University of Goettingen, sebelumnya tak ada satu orang pun yang menemukan bukti definitif dari teori Great Impact itu.
"Bahkan sampai pada tahap di mana sejumlah orang berpendapat tabrakan tersebut tak pernah ada," kata dia seperti Liputan6.com kutip dari BBC, Jumat (6/6/2014).
"Namun kini telah menemukan perbedaan kecil antara Bumi dan Bulan. Sebuah temuan yang mengonfirmasi teori tabrakan besar."
Sejumlah orang mengatakan, perbedaan tersebut bisa dijelaskan oleh puing Teia yang diserap oleh Bumi setelah Bulan terbentuk.
Profesor Alex Halliday dari Oxford University, adalah salah satu yang mengaku terkejut bahwa perbedaan antara material Theia yang ditemukan di batuan Bulan dan Bumi sangat kecil.
"Apa yang Anda cari adalah perbedaan yang jauh lebih besar, sebab apa yang tersisa dari Tata Surya seperti didasarkan pada pengukuran meteorit," kata dia.
Dr Herwartz mengukur perbedaan dalam apa yang disebut komposisi isotop oksigen yang terkandung dalam batuan di Bumi dan Bulan.
Sejumlah studi dari meteorit dari Mars dan luar tata surya menunjukkan rasio tersebut amatlah berbeda -- mirip sidik jadi. Sehingga, Profesor Alex Halliday dan sejumlah profesor lain terkejut dengan fakta bahwa sidik jadi Bumi dan Theia terlihat nyaris identik. Dari komposisi yang sama.
Salah satu kemungkinannya adalah, Theia terbentuk amat dekat dengan Bumi dan punya komposisi serupa. Jika itu yang terjadi, meningkatkan kemungkinan bahwa asumsi setiap planet di Tata Surya saat ini memiliki sidik jari yang sangat berbeda, perlu ditinjau kembali. Demikian menurut Profesor Halliday.
"Hal tersebut menimbulkan pertanyaan seberapa baik meteorit dari Mars dan sabuk asteroid di luar Tata Surya menjadi representatif Tata Surya bagian dalam? Sayang, kita tidak punya sampel dari Merkurius dan Venus," kata dia.
"Mereka mungkin akan mirip dengan Bumi. Jika itu terjadi maka semua argumen atas kesamaan dari Bumi dan Bulan, runtuh."
Sementara, Dr Mahesh Anand dari The Open University mengatakan, penelitian yang dilakukan Dr Daniel Herwartz menarik. Namun, ia mengingatkan, data tersebut hanya berasal dari 3 sampel batuan Bulan.
"Kita harus berhati-hati soal derajat keterwakilan 3 batu tersebut mewakili seluruh Bulan. Jadi, analisis lebih lanjut dari berbagai batuan Bulan diperlukan untuk konfirmasi lebih lanjut," kata dia.
Tak hanya Great Impact. Sejumlah teori lain juga ditawarkan untuk menjelaskan mengapa komposisi Bumi dan Bulan sangat mirip. Salah satunya Bumi berputar lebih cepat sebelum peristiwa tabrakan. Atau, Theia berukuran lebih besar dari yang diasumsikan oleh model.
Teori alternatif lain yang kontroversial adalah yang diajukan Profesor Rob de Meijer dari Groningen University, Belanda. Dia mengatakan, kerak dan mantel Bumi copot dan tertiup ke angkasa luar dengan akumulasi bahan nuklir 2.900 km di bawah permukaannya. Puing-puing itulah yang mengelompok untuk membentuk Bulan.
Dia mengatakan, temuan baru yang menunjukkan bahwa ada perbedaan dalam komposisi Bumi dan Bulan -- tidak akan mengubah pandangannya.
"Perbedaannya sangat kecil," kata Profesor Rob de Meijer. "Kita tak tahu bagaimana persisnya Bulan terbentuk. Apa yang kita butuhkan adalah misi berawak ke Bulan untuk mencari batu yang lebih dalam di bawah permukaannya, yang belum tercemar oleh dampak meteorit dan angin matahari."
Baca juga: Teori Kontroversial Baru: Bumi `Mencuri` Bulan dari Venus?