Liputan6.com, Jakarta - PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) telah menyampaikan pemberitahuan kepada pemerintah dan karyawan bahwa perusahaan sedang dalam keadaan kahar (force majeure) sesuai kontrak karya.
Hal itu seiring dengan penerapan larangan ekspor yang membuat perusahaan tidak dapat melakukan kegiatan produksi. Akibatnya 80% dari 4.000 karyawan Freeport dirumahkan mulai hari ini.
Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) PTNNT Nasruddin mengancam bakal menuntut ganti rugi dari pemerintah jika dipecat gara-gara Newmont menutup seluruh kegiatan operasional di tambang Batu Hijau, Nusa Tenggara Barat (NTB) secara permanen.
Pasalnya, terganggunya kegiatan operasional perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut disebabkan ketentuan ekspor yang dirilis yaitu penerapan bea keluar dan larangan ekspor yang diberlakukan pada Januari 2014. Menurut dia, kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut telah memberatkan kinerja perusahaan.
Apakah benar berhenti kegiatan operasional tambang Newmont 100% disebabkan pemerintah?
Direktur Eksekutif Indonesian Resourcess Studies (IRESS) Marwan Batubara menuturkan penghentian kegiatan produksi di tambang Batu Hijau bukan sepenuhnya kesalahan pemerintah. Marwan mengakui memang ada keterlambatan pemerintah dalam menerbitkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri sebagai pendukung pelaksanaan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009.
Advertisement
"Namun, itu kan sudah dikoreksi dengan masih diperbolehkannya ekspor mineral meski dengan bea keluar tinggi. Itu menunjukkan pemerintah mengakui kesalahannya," kata Marwan saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (6/6/2014).
Akan tetapi, lanjut Marwan, Newmont sepertinya kurang memiliki niat baik untuk membangun smelter. Padahal aturan itu sudah tertuang dalam UU yang diteken lima tahun silam. Mungkin awalnya, Newmont berpikir kebijakan pemerintah Indonesia untuk melarang ekspor mineral mentah hanyalahisapan jempol belaka sehingga perusahaan tambang asal AS itu tidak juga membangun smelter.
Hal itulah membuat Newmont tidak siap menghadapi keputusan pemerintah untuk melarang ekspor mineral mentah mulai 12 Januari 2014. "Memang Newmont dibandingkan Freeport, dia itu kutang mematuhi apa yang diatur dalam UU," tegasnya.
Namun, nasi sudah menjadi bubur. Pemerintah tetap harus memberikan solusi agar perusahaan tambang itu tidak menutup operasi tambangnya karena hal itu menyangkut kelanjutan hidup ribuan karyawan.
Salah satu solusi yang disodorkan Marwan yaitu mengurangi bea keluar mineral. "Tapi jangan terlalu banyak pemotongannya. Idealnya bea keluar itu dipangkas jadi 15%," kata dia.
Anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha menuturkan, pemerintah harus segera menyelesaikan masalah Newmont. Pasalnya, jika Newmont terlalu lama berhenti operasi maka akan berpengaruh pada penerimaan dari sektor mineral.
"Memberikan suatu kemudahan bagi mereka untuk mengekspor tapi dengan syarat mengikat. Misalnya, memberikan jaminan sekitar 5% dari total investasi. Hal itu untuk memastikan Newmont bakal membangun smelter di Indonesia. (Ndw)