Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Ade Irwansyah
Tubuh itu sudah lemah, nyaris ambruk. Namun hari itu, Kamis 17 April 2014, Olga Syahputra memaksakan diri bekerja, memandu acara Dahsyat.
Advertisement
Wajah yang pucat menarik perhatian rekannya sesama host, Denny Cagur. Komedian asal Bandung itu merasa ada yang tak beres. “Tadi pucat mukanya. Aku tanya sakit apa dan aku saranin untuk ke dokter," tutur Denny, saat ditemui di Kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Namun, Olga masih bandel. Pria 31 tahun itu tak mengikuti saran Denny. Sore hari hingga malam, ia tampil di Pesbukers. Lalu, meluncur untuk tampil di Yuk Keep Smile, berpindah-pindah stasiun televisi. Terus kejar setoran!
Denny Cagur hanya bisa mengurut dada. “Aku bilang, lu harus tahu penyakit lu apa, larangannya apa biar cepat sembuh.” Akhirnya, pertahanan diri pelawak laris itu runtuh. Sabtu 19 April 2014, Olga dilarikan ke rumah sakit.
Syahdan, medio April itu adalah hari terakhir pemirsa melihat Olga di layar kaca.
Semula media hanya mendengar desas-desus Olga dirawat di rumah sakit. Rumah sakitnya yang mana tak jelas betul. Apalagi jenis penyakitnya.
Sakit apa Olga? Billy Syahputra, adiknya, bilang, sang kakak hanya kecapekan dan butuh istirahat. "Itu faktor kecapekan aja, makannya jorok, lemas, panas dingin," katanya.
kemudian, Julia Perez yang menjenguk ke RS Pondok Indah mengatakan, Olga sakit syaraf kejepit. Pedangdut Rita Sugiarto mengaku menyaksikan mantan asistennya itu muntah-muntah saat dirawat.
Sementara itu, Aditya Gumay, pemimpin Sanggar Ananda yang membimbing Olga jadi entertainer, mengatakan penyakit yang diderita Olga berpusat di kepalanya. "Kayaknya ada gangguan di kepalanya," ucap Aditya saat ditemui di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan, Senin, 28 April 2014.
Meningitis
Kejelasan jenis penyakit jebolan Sanggar Ananda terkuak Selasa, 29 April setelah pihak Rumah Sakit Pondok Indah menggelar jumpa pers. Ternyata, Olga sakit meningitis.
Penyakit itu membuatnya kepalanya sakit luar biasa. Menurut dr. Rubiana,Sp.S, penyakit yang diderita pelantun “Hancur Hatiku” itu disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat.
"Dia terlalu capek, karena begitu banyak bekerja, terus makannya tidak terlalu baik. Maka dari itu dia mual, muntah, sakit kepala hebat, dan daya tahan tubuhnya turun," urainya.
Masih ada harapan Olga sembuh. "Bisa sembuh tapi tergantung kecepatan datang berobat. Kalau di awal ketahuan, mungkin bisa mengurangi langkah ke stadium lanjut. Tapi setiap orang memiliki sistem imun berbeda, sehingga harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut," kata ahli penyakit dalam dari Divisi Alergi Imunologi Klinik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSCM, Dr.dr. Iris Rengganis, Sp.PD., KAI, FINASIM saat dihubungi Liputan6.com.
Soal gaya hidup sang artis laris juga pernah disinggung Suhu Naga. "Pola hidup dan pola pergaulannya juga harus diubah. Karena fisik dan mental Olga harus dibenerin. Dia butuh ketenangan mental juga," urai peramal nasib artis itu.
Penderitaan Olga tak hanya menarik perhatian para penggemar, juga sampai ke telinga Ibu Negara, Ani Yudhoyono.
Sabtu, 3 Mei 2014, Bu Ani melalui akun Instagram-nya mengunggah foto kupu-kupu, teriring ucapan cepat sembuh dalam bahasa Inggris: “I purposefully photographed this butterfly especially for Olga Syahputra, I pray for his quick recovery and that he will soon return to his activities.” Segera, foto itu mendapat 8 ribu tanda suka dalam hitungan jam.
Karena kondisinya tak kunjung membaik, sejak 3 Mei 2014 Olga dilarikan ke Singapura. Hingga hari ini ia belum bisa pulang. (Lihat: INFOGRAFIS kronologi sakit Olga)
Nasib Olga Mirip Mbah Surip?
Nasib Olga Mirip Mbah Surip?
Oleh: Ade Irwansyah
Masih ingat dengan sosok mendiang Mbah Surip? Sejak pertengahan Mei 2009, nama penyanyi itu meroket beserta satu-satunya lagu miliknya yang paling dikenal publik: “Tak Gendong”.
Syahdan, nasib penyanyi berambut gimbal itu seperti meteor. Melesat, mengerjap, tapi lalu dalam sekejap lenyap ditelan kegelapan malam. Si Mbah meninggal dunia di usia 52 tahun pada Selasa, 4 Agustus 2009.
Kisah kepergian Mbah Surip berawal sore hari sebelumnya, 3 Agustus 2009. Mbah Surip datang ke rumah pelawak Mamiek Prakoso di Jalan Kerja Bakti I, Makasar, Jakarta Timur. Si Mbah datang ditemani anak keduanya, Farid Wahyu DP. “Begitu datang, Mbah Surip langsung mengeluh kecapekan. Katanya dia ingin di rumah saya dulu buat ndelik (bersembunyi) dan ngadem (mendinginkan diri),” cerita Mamiek seperti direkam Kompas edisi 5 Agustus 2009.
Pertengahan 2009 itu adalah puncak popularitas Mbah Surip. Seperti syair di lagunya, “tak gendong kemana-kemana” Mbah Surip yang usianya sudah melampaui setengah abad itu wara-wiri kemana-mana saban hari, tampil di TV atau acara off-air. Tambahan pula, Mbah Surip dikenal punya gaya hidup tak sehat: hobinya merokok dan minum kopi banyak-banyak.
Usia lanjut, kegiatan bejibun dari pagi ke pagi lagi saban hari, plus gaya hidup tak sehat, lengkaplah sudah.
Olga, di lain pihak, usianya belum selanjut Mbah Surip. Ia baru 31 tahun. Tapi, sama seperti Mbah Surip setiap hari pria kemayu itu juga disibukkan dengan aktivitasnya di dunia hiburan. Pagi hari ia muncul jadi presenter Dahsyat, sore hingga malam di Pesbukers, dan setelahnya di Yuk Keep Smile hingga lewat tengah malam. Di sela-sela kerjaan rutin itu, ia juga memandu sejumlah acara yang diambil secara taping (direkam dahulu).
Akhirnya, segala kesibukan itu membuat pola hidup Olga tak sehat. Ia rentan jatuh sakit. Tercatat ia mulai sakit-sakitan pada Agustus 2013. Sejak itu ia kerap absen di sejumlah acara yang dipandunya. Agustus lalu pula ia dirawat seminggu di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan.
Pola kerja di dunia hiburan kita saat ini memang menuntut artis yang tengah di puncak popularitas untuk setiap saat muncul menghibur, tak peduli pagi, siang, atau malam. Tak peduli pula bila si artis kelelahan dan bisa jatuh sakit.
Neil Postman pada 1985 menulis buku Amusing Ourselves to Death (edisi Indonesia terbit 1995) yang menawarkan tesisnya, siaran televisi hanya punya satu tujuan: menghibur pemirsanya sampai mati. Lantas, pertanyaan mengenai etika yang harus diajukan pada kita, penonton dan pengelola televisi adalah: apa kita akan membiarkan para penghibur kita tersebut terus-terusan menghibur kita setiap waktu sampai mereka meninggal kelelahan?
Jika pola hiburan di televisi kita dipertahankan seperti sekarang, bisa-bisa bukan Mbah Surip atau Olga saja yang menjadi korbannya. Penghibur lain pun bisa bernasib serupa. Kematian Mbah Surip dan sakitnya Olga adalah peringatan bagi kita semua: penonton, pengelola TV, maupun artis yang sedang laris. (Lihat: INFOGRAFIS perjalanan karir Olga)
Karma?
Bila ditelisik, Olga menjadi tenar karena muncul di saat yang tepat. Ia pelawak era baru.
Selama beberapa dekade, pelawak biasanya lahir dalam sebuah grup lawak. Sejak 1970-an kita mengenal grup lawak Jayakarta, Kwartet Jaya, Warkop DKI, hingga D' Bodors. Dekade berganti, yang ngetop adalah Bagito, Patrio, P-Project, Cagur, Bajaj, dan entah apa lagi.
Memasuki pertengahan dekade 2000-an, iklim komedi dunia hiburan di jagad budaya pop kita berubah. Grup lawak tak lagi mendominasi. Resep stasiun TV adalah mengambil sosok-sosok kunci di banyak grup lawak, lalu menggabungkan mereka menjadi satu tontonan acara hiburan. Opera Van Java memakai resep ini yang menggabungkan Sule (dari grup lawak alumni Audisi Pelawak TPI), Parto (dari Patrio), Nunung (dari Srimulat), bersama Andre Stinky, dan Azis Gagap.
Cara lain, stasiun TV mengaudisi bakat-bakat baru untuk sebuah tontonan komedi gaya baru model sketsa macam Extravaganza. Dari pola rekrutmen ini kita mengenal nama-nama seperti Tora Sudiro, Indra Birowo, Virnie Ismail dan kawan-kawan.
Nah, Olga tenar salah satunya lewat format spin-off Extravaganza bernama Extravaganza ABG yang pemainnya rata-rata anak baru gede.
Era ini menuntut kemampuan personal setiap pelawak. Mereka dituntut dan mendapat kesempatan tampil sendiri, baik di acara komedi maupun musik. Sekarang ini banyak pelawak yang eksis sendirian di berbagai acara TV.
Dengan gaya lawaknya, Olga bisa bertahan di era ini. Tingkahnya suka mengatai dan kasar pada orang mungkin bagi sebagian besar orang lucu. Alhasil, Olga pun laris ditanggap sana-sini.
Yang “aneh itu lucu” sebagaimana dulu dirumuskan Teguh Srimulat tampaknya sudah bergeser. Masyarakat kita kini menganggap apa yang lucu itu ya mengatai orang dengan berbagai lelucon cenderung kasar di depan publik, atau melempar tepung, atau mendorong jatuh ke set panggung yang dibuat dari styrofoam.
Di awal kariernya sebagai pelawak, Olga kerap jadi bahan celaan serta korban ulah seniornya. Kita melihatnya dijejali tepung, dipaksa makan sesuatu, ditakut-takuti hantu, didorong hingga jatuh, dan macam-macam lagi. Kita tertawa. Dan dengan begitu ia menjadi pelawak sukses.
Setelah sukses, sepertinya giliran Olga “membalas dendam”. Celaannya pada orang lain menjadi bahan lawakannya. Dan, ah, banyak dari kita lagi-lagi ikut tertawa setiap kali ia mengucap celaan pada orang lain.
Ada yang bilang sakitnya Olga lantaran ia mendapat karma atas lawakannya yang kasar, suka menyakiti dan mencela orang. Jika demikian kasihan betul dia. Sebab, bukan kesalahannya semata ia melestarikan jenis lawakan macam begitu.
Sedikit banyak kita menyetujui gaya canda yang dipraktekkan Olga. Sepanjang kita masih tertawa pada gaya candanya mencela orang, sepanjang itu pula kita memberi kesempatan padanya untuk berkelakuan begitu terus.
Menyalahkannya seorang, menganggapnya mendapat karma, dan menanggung deritanya sendirian sungguh tak adil baginya. Kita, yang tertawa saat ia mencela orang, juga ikut berkontribusi.
"Mungkin saya sakit karena ulah saya, dosa saya. Saya banyak dosa. Selalu ada balasan dari setiap perbuatan," kata Olga Syahputra di tayangan infotainment KiSS-Indosiar, Sabtu 12 Oktober 2013
Namun bukannya bersedih dengan kondisinya, ia justru menemukan hikmah dibalik penyakit dan penderitaannya. Inilah kedewasaan yang ditunjukkan Olga lewat sebuah kepasrahan dan rasa syukur.
"Tapi ada hikmah dibalik sakit saya ini. Hikmahnya: adik saya (Billy) bisa menggantikan saya di dunia hiburan," tutur dia.
Kita doakan saja Olga lekas sembuh. Dan setelah bebas dari sakit kita berharap ia memiliki lawakan cerdas, tidak kasar, tidak mencela fisik. Semoga.
Advertisement