Liputan6.com, Jakarta - Menjelang pemilihan presiden 9 Juli, elektabilitas kedua calon menurut berbagai lembaga survei, terus meningkat dari waktu ke waktu. Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebut, kenaikan elektabilitas Jokowi lebih rendah dibanding kenaikan elektabilitas Prabowo. Berbagai faktor juga turut mempengaruhi lompatan kenaikan elektabilitas kedua pasangan.
"Jokowi mengalami kenaikan elektabilitas kurang lebih 9%, sementara Prabowo kenaikannya kurang lebih 15%," kata peneliti LSI Adjie Alfaraby di kantornya, Jakarta, Minggu (15/6/2014).
Adjie mengatakan, ada beberapa hal yang membuat kenaikan elektabilitas keduanya berbeda. Jokowi misalnya, disebabkan pengaruh negatif dan black campaign. Ini menjadi penyebab utama rendahnya kenaikan elektabilitas mantan walikota Solo itu. Faktor lain, belum adanya cara kampanye baru.
"Isu negative campaign dan black campaign terhadap Jokowi ikut mempengaruhi persepsi publik. Selain itu, pasca periode puncak elektabilitas Jokowi yang terjadi sebelum pileg 2014, belum ada sesuatu yang baru dan fresh dari Jokowi setelah fenomena blusukan yang melekat padanya," jelas Adjie.
Sedangkan Prabowo dinilai berhasil mengisi kekosongan strong leadership yang selama ini dirindukan rakyat. Prabowo juga dinilai pandai merangkul elit politik yang mengalami kebuntuan komunikasi dengan kubu Jokowi.
"Prabowo lebih kepada fleksibilitas dan komunikasi dengan para elit dan berhasil merangkulnya. Contohnya ada Partai Golkar, Demokrat, Hary Tanoe dan Rhoma Irama," lanjut Adjie.
Faktor pendukung lainnya, kata Adjie, mesin politik dan strategi kampanye Prabowo lebih strategis dan berjalan. (Mut)
Energi & Tambang