Kasus Hambalang, Adik Mantan Menpora Diperiksa KPK

Choel yang tiba di Gedung KPK mengatakan, tidak kenal sama sekali dengan Machfud Suroso.

oleh Oscar Ferri diperbarui 17 Jun 2014, 11:44 WIB
Choel Malarangeng (Liputan6.com/Dok)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap CEO Fox Indonesia Andi Zulkarnaen Anwar alias Choel Mallarangeng terkait kasus dugaan korupsi dalam pembangunan sarana prasarana proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Adik mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng ini diperiksa sebagai saksi.

"Yang bersangkutan (Choel Mallarangeng) diperiksa sebagai saksi," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha ketika dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (17/6/2014).

Pada kasus ini, penyidik KPK telah menetapkan Direktur Utama PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso sebagai tersangka. Dutasari adalah salah satu perusahaan yang menjadi subkontraktor pengerjaan proyek Hambalang.

Choel yang tiba di Gedung KPK memberi komentarnya. Dia mengatakan tidak kenal Machfud. "Nggak ada apa-apa karena tidak kenal sama sekali," ujar Choel.

Choel mengatakan, pemeriksaan hari ini diperkirakan akan sama seperti sebelum-sebelumnya. "Pernyataan-pernyataan sebelumnya yang terkait di-copy dan di-paste diganti tanggal, diganti nama tersangkanya, kita tanda tangan biasanya seperti itu," ucap Choel.

Choel menyatakan, dia dikaitkan dengan kasus Hambalang karena disebut menerima uang. "Kan saya menerima uang jadi terkait-kait, terkait-kait siapapun yang disidang, yang siapa, nama saya keluar lagi karena terkait dalam satu kasus yang sama walaupun kebetulan yang ini tidak kenal, tidak tahu sama sekali," kata dia.

Dalam persidangan, Choel mengaku pernah menerima uang US$ 550 ribu. Uang tersebut diberikan oleh 2 pejabat Kemenpora Deddy Kusdinar dan Fakhrudin Tidak hanya itu, Choel mengaku pernah menerima uang Rp 2 miliar dari petinggi PT Global Daya Manunggal Herman Prananto. PT Global Daya Manunggal merupakan salah satu perusahaan rekanan dalam pengerjaan proyek Kemenpora. Uang tersebut terkait dengan perjanjian pekerjaan.

Machfud ditetapkan sebagai tersangka sejak 6 November 2013. Ia diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Dengan penerapan kedua pasal itu, Machfud disebut melanggar perbuatan hukum dengan menyalahgunakan kewenangannya untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain yang merugikan keuangan negara. (Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya