Takut Dianggap Merugikan Negara, BUMN Ogah Hedging

BUMN termasuk PT Pertamina (Persero) akan melakukan perhitungan transaksi lindung nilai dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 17 Jun 2014, 17:49 WIB
Mata uang rupiah, di Bank Permata, Jakarta. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup menguat tipis di Rp 8.850 per dolar AS dari penutupan akhir pekan lalu di Rp 8.860 per dolar AS. (ANTARA)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengizinkan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melakukan transaksi lindung nilai (hedging). Namun sebagian besar perusahaan tersebut ogah melakukannya karena takut dianggap merugikan negara.

"(Hedging) nggak dilarang, tapi pada nggak berani melakukan karena takut dianggap kerugian negara," kata Menteri Keuangan, Chatib Basri di kantornya, Jakarta, Selasa (17/6/2014).

Untuk menjalankan produksi, beberapa perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus mengimpor barang modal yang transaksinya menggunakan valuta asing. Pelemahan rupiah yang terjadi selama ini membuat beban operasional perusahaan tersebut semakin tinggi karena biaya impor juga meningkat.

Namun sayangnya, perusahaan BUMN tersebut tidak mau melakukan lindung nilai karena ada ketakutan dianggap merugikan negara ketika nanti ternyata nilai tukar rupiah mengalami penguatan. Saat nilai tukar rupiah menguat, maka biaya impor akan turun sehingga nilai lindung nilai jadi lebih tinggi.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, dia mengaku, BUMN termasuk PT Pertamina (Persero) akan melakukan perhitungan transaksi lindung nilai dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Itu acaranya nanti Kamis (19/6) supaya Pertamina ada lindung nilai dan nggak beli (valas) di pasar spot. Mudah-mudahan bisa sama BPK," terang dia.  (Fik/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya