Terlalu Teknis, Draf Pertanyaan Tony untuk Capres Tak Dipakai KPU

Pengendalian inflasi di level daerah bukan merupakan urusan presiden, melainkan urusan gubernur.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 17 Jun 2014, 18:06 WIB
Jokowi dan Prabowo. (Johan Tallo/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Menjadi seorang presiden bukan berarti harus mengetahui seluruh urusan teknis sebuah negara. Presiden seharusnya memiliki tim yang bisa membantunya untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dan menjalankan sebuah pemerintahan.

Di Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden memiliki tim kerja dalam bentuk Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Dengan adanya tim tersebut presiden hanya perlu mengerti inti permasalahan dan pengerjaan teknis lapangan menjadi tugas dan tanggung jawab tim kabinet.

Salah seorang tim penyusun pertanyaan dalam debat calon presiden yang diadakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada hari minggu kemarin, Tony Prasetyantono pun mengerti akan hal tersebut. Namun dalam ceritanya, ia tetap membuat pertanyaan-pertanyaan dengan sangat rinci, mendetil dan teknis seperti persoalan Daftar Negatif investasi. Namun ternyata daftar pertanyaan tersebut tidak dipakai oleh KPU.

"Seorang presiden itu memang tidak perlu tahu soal teknis. Saya sebagai salah satu tim penyusun sudah menyadari hal itu, jadi ya maklum kalau dicoret beberapa pertanyaan saya," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (17/6/2014).

Menanggapi mengenai tidak pahamnya calon Presiden peserta pilpres 9 Juli 2014, Prabowo Subianto mengenai kepanjangan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), Tony menilai hal itu sebagai suatu hal yang dapat dimaklumi.

"TPID menurut saya tidak perlu itu, itu terlalu teknis, itu kan pengendalian inflasi di level daerah, ya itu urusannya gubernur memang," jelas dia.

Menanggapi beberapa pertanyaan yang dilayangkan oleh para capres dan jawaban yang disampaikannya, Tony menilai Jokowi lebih mampu menggali pengalamannya untuk ditanyakan ke Prabowo.

Hal itu yang menurut Tony sebagai salah satu strategi Jokowi untuk mengurangi elektabilitas Prabowo mengingat Prabowo tidak memiliki pengalaman birokrasi sebelumnya.

"Dia punya kemampuan mengenai DAU, DAK, itu fatal itu, Prabowo tidak mengerti itu, pokoknya diatur-atur gitu saja kan jawabnya. Padahal DAU DAK maksudnya daerah pusat lebih fair, adil, merata, dan bagaimana daerah itu kreatif mencari sumber-sumber penerimaan, maunya kan seperti itu, tapi itu tidak ditangkap Prabowo," pungkas ekonom Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta itu. (Yas/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya