Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR bidang Agama, Ace Hasan Syadzily menilai penghuni di lokalisasi Gang Dolly harus merelakan daerah tersebut ditutup. Sebab bisnis haram apapun bentuknya tak bisa dilegalkan.
"Saya kira menghindari bisnis maksiat tidak boleh dilegalkan apapun bentuknya termasuk lokalisasi. Upaya Risma (Walikota Surabaya) dengan melakukan langkah persuasif sudah cukup. Yang perlu dilakukan adalah kerelaan dari masyarakat Dolly sendiri," ujar Ace di Jakarta, Rabu (18/6/2014).
Dia menyarankan Risma perlu memperhatikan masa depan PSK dan mucikari setelah Dolly ditutup. Selanjutnya, tinggal bagaimana masyarakat itu menerima tawaran pendidikan dan pengembangan.
Wasekjen Partai Golkar itu pun mengatakan dirinya menyayangkan bila ada sebagian pihak yang mendukung penolakan penutupan Gang Dolly.
"Idealnya kalau masih ada yang bisnis yang halal kenapa kita harus membuka yang seperti itu. Artinya kita upayakan Pemda Surabaya maupun Provinsi Jatim bagaimana mereka menyediakan lapangan kerja kepada pelaku perempuan yang bekerja di sektor itu," jelasnya.
Terkait anggaran, Ace mengungkapkan, pemerintah sudah mempersiapkan dana sekitar Rp 8 miliar. Dana tersebut nantinya akan digunakan untuk mengurusi penghuni Gang Dolly. "Saya kira kita langkah positif kenapa tidak kita tidak dukung," tandas Ace.
Direktur Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Kemensos, Sonny Manalu mengatakan, pihaknya memberikan bantuan dana sebesar Rp 5.050.000 untuk eks Pekerja Seks Komersial (PSK) di lokalisasi Gang Dolly di Kota Surabaya.
"Bantuan tersebut diberikan dalam bentuk tabungan, dan akan diberikan saat mereka pulang ke kampung halaman masing-masing," ujar Sonny.
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang dikomandani Walikota Risma menutup lokalisasi Gang Dolly, mulai hari ini, 18 Juni 2014. Deklarasi simbolis penutupan lokalisasi akan dilakukan pada pukul 19.00 WIB. (Ein)
Energi & Tambang