Anas: Fakta Sidang Jangan Dijadikan Sampah

Dalam sidang ini, majelis hakim menolak eksepsi pribadi dan tim kuasa hukum Anas Urbaningrum.

oleh Oscar Ferri diperbarui 19 Jun 2014, 14:28 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Anas Urbaningrum kelar menjalani sidang kasus dugaan penerimaan gratifikasi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Dalam sidang beragendakan putusan sela ini, Majelis Hakim menolak eksepsi pribadi dan tim kuasa hukumnya.

Menanggapi hal ini, mantan Ketua Umum Partai Demokrat ini mengaku menghormati proses hukum yang tengah berjalan ini. Ia berharap, proses hukum ini berjalan jujur dan adil. Termasuk mengenai fakta-fakta persidangan nantinya harus jadi pertimbangan.

"Fakta persidangan jangan dianggap sampah. Kalau dianggap sampah ya buat apa persidangan ini," kata Anas di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Kamis (19/6/2014).

Hal itu dia katakan terkait juga dengan putusan sela Majelis Hakim. Di mana 2 dari 5 Majelis Hakim menyatakan dissenting opinion atau berbeda pendapat  terhadap dakwaan Jaksa, terutama pada poin dugaan tindak pidana pencucian uang.

Menurut Anas, perbedaan pendapat dari hakim adhoc Slamet Subagyo dan Joko Subagyo menunjukkan adanya persoalan pelik dalam dakwaan Jaksa yang tak memenuhi unsur-unsur hukum.

"(Putusan sela) itu perkara yang berat dan menimbulkan perdebatan yang kemudian menimbulkan dissenting opinion," kata Anas.

Selain itu, Anas menambahkan, perbedaan pendapat menunjukkan adanya hal lain dalam perspektif Majelis Hakim. Yakni, adanya keraguan dari 2 hakim adhoc tersebut.

"Kalau tidak ada ruang keragu-raguan, tidak ada ruang dissenting opinion," ujarnya.

Dalam kasus penerimaan gratifikasi proyek P3SON Hambalang dan proyek-proyek lain ini, Anas didakwa menerima 1 unit mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp 670 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire B 69 AUD senilai Rp 735 juta, serta uang sebanyak Rp 116,525 miliar dan USD 5,261 juta.

Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat ini juga disebut mendapat fasilitas survei gratis dari PT Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dengan nilai Rp 478, 632 juta. Dia juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp 20,8 miliar dan Rp 3 miliar.

Atas perbuatannya, Anas didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Mengacu pasal tersebut, Anas terancam hukuman maksimal 20 tahun kurungan penjara.

Sementara terkait kasus dugaan pencucian uang, Anas disangka melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Rmn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya