James Gwee, sang Praktisi IT yang Lompat Jadi Motivator

Dengan gaya bahasa Singlish dan suara serak-serak basahnya, James Gwee memberi tips-tips praktis dan mudah dipahami.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 20 Jun 2014, 14:02 WIB
James Gwee (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Melalui motivator, seseorang dibantu untuk kembali membuat fokus dengan energi yang lebih segar.

Salah seorang motivator kenamaan di Indonesia memulai profesinya sejak tahun 1994. Ia adalah James Gwee yang berkewarganegaraan Singapura.

James punya banyak penggemar di Indonesia karena ia memotivasi dengan gaya santai dan mengena. Dengan gaya bahasa Singlish dan suara serak-serak basahnya, James memberi tips-tips praktis dan mudah dipahami.

Berikut wawancara khusus dengan motivator James Gwee yang berkunjung ke redaksi liputan6.com seperti dipublikasikan, Jumat (20/6/2014):

Mengapa tertarik menekuni bisnis ini (motivation and people developer) di Indonesia?


Ya profesi saya sebagai trainer dan seminar speaker, saya tertarik karena basically I enjoy doing this, saya suka melatih orang, melihat orang berhasil dan berkembang dan of course audience di Indonesia sangat menyenangkan.

Dan juga dalam pekerjaan ini saya dapat travel keliling Indonesia setiap minggu ke luar kota dan sangat menyenangkan so kalau ditanya mengapa saya memilih ini dan betah dengan pekerjaan ini? It`s because I really enjoy it.

Sebagai lulusan IT, kenapa lantas memilih menjadi trainer atau motivator?


Sebenarnya ini bukan sesuatu yang aneh karena ternyata survei membuktikan sebanyak 87% lulusan perguruan tinggi tidak bekerja di profesinya. Memang waktu itu ikut IT saya karena atas usulan orangtua. Orangtua bilang, ke depan lulusan IT pasti ada tempat di masyarakat yang IT based.

Setelah lulus, saya ternyata buka lembaga kursus di Singapura, kursus komputer. Dari lembaga kursus kami ada yang berhasil. Setelah itu kami buka franchise di Indonesia di situlah pertama kali ke Indonesia.

Saat itu, saya lihat di Indonesia awal tahun 1990-an masih belum ada training yang berhubungan dengan soft skill, tata krama telepon, customer service. Sedangkan training seperti itu sangat dibutuhkan. Dari training IT saya melangkah ke training soft skill.

Ada negara lain tidak selain di Indonesia?


Saya? Tidak, saya lebih aktif di Indonesia

Anda melihat prospek bisnis di Indonesia itu seperti apa?

Prospek untuk training sangat besar karena negara ini sedang berkembang, salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Indonesia. Saat negara berkembang dengan cepat, kebutuhan orang berkualitas juga tumbuh. Maka kebutuhan training juga menjadi tinggi sekali.

Karena training yang kami lakukan, salesmanship, managerial skill, ini justru justru melengkapi apa yang tidak diajar di sekolah. Di sekolah pasti ada kurikulum dan konsep karena mengenai knowledge. Kami melengkapi dengan soft skill. Jadi ke depannya masih sangat-sangat dibutuhkan.

Perusahaan besar apa saja yang sudah pernah mengikut training Anda?

Banyak sekali ya. Dalam 20 tahun menjalankan training, sudah hampir seluruh perusahaan otomatif , hampir semua bank, semua life insurance company, distributor, dealer dari elektronik, handphone dan gadget, semua sudah masuk.

Karena setiap perusahaan apa pun jenis usahanya pasti ujung-ujung perlu SDM yang bermutu, tim yang kompak, sales yang bermutu, dan manajer yang bermutu.

Sebenarnya training yang kami berikan lintas industri, lintas jenis usaha.

Bukan hanya ada sales. Kami menyediakan dua keterampilan. Di satu sisi keterampilan seperti jadi sales itu harus seperti apa. Namun yang lebih penting juga harus ada mindset dan attitude, jadi setiap profesi harus jelas, mindset manajer seperti apa dan sales bagaimana.

Apakah Anda mengelola bisnis sendiri?


Iya saya sendiri, dan ada team of course. Karena sudah ada tim, sistem jalan di kantor, maka pekerjaan sehari-hari justru di luar kantor, melakukan training, saya lebih banyak di luar, karena di kantor sistem udah jalan.

Bagaimana menghadapi saingan motivator di Indonesia?


Justru kami tidak lihat teman dan rekan sesama profesi sebagai kompetitor. Karena Indonesia sangat besar, dan perusahaan-perusahaan itu juga punya layer yang berbeda. Some new companies punya budget terbatas dan perlu trainer yang mungkin pemula.

Sementara perusahaan yang sudah established dan punya budget yang besar, perlu trainer yang berbeda. Sebenarnya kami yang ada di pasar ini dengan kompetensi, gaya, dan tarif yang berbeda saling melengkapi. Jadi kami bekerja sama. Sebenarnya tidak ada sense of competition.

Prospek bisnis ini ke depan bagaimana?


Sangat menjanjikan, of course melalui waktu. Saat saya pertama mulai pada 1994, profesi training ini masih belum diketahui banyak orang. Orang yang mengikuti training kami justru perusahaan-perusahaan besar, asing seperti DHL, Coca-Cola. Mereka tahu manfaat training ini dan punya anggaran untuk mengikutinya.

Waktu itu perusahaan lokal hampir tidak pernah. Kalaupun ada yang mengikuti, itu pemilik yang hadir, bukan anak buahnya. Dia tidak mau anak buahnya pintar.

Tapi sekarang sudah berbeda, sekarang justru pemilik kirim anak buahnya agar mereka pintar, jadi trennya telah berganti dan pasar berkembang. Selama bertahun-tahun, orang-orang lebih memperhatikan kualitas daripada harga.

Kalau sekarang, nomor 1 pegawai harus berkualitas dan yang kedua harus memiliki gaya sendiri. Jadi sekarang atasan sudah menyadari perusahaan tidak akan berkembang kalau anak buahnya tidak berkualitas. (Sis/Igw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya