Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tak lama lagi berlangsung. Tentu hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Pasalnya barang dan jasa keluar masuk tanpa batasan termasuk di sektor pertanian.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Rusman Heriawan mengatakan, dalam menghadapi MEA Indonesia mendapat persaingan yang ketat dari negara-negara tetangga ASEAN. Negara itu antara lain Thailand, Myanmar, Vietnam dan Laos.
"Thailand bahan pokok dan produk hortikultura. Vietnam dan Myanmar daerah surplus beras. Laos juga tapi skalanya kecil," kata dia usai upacara Peringatan Hari Krida Pertanian ke-42, Jakarta, Senin (23/6/2014).
Meski demikian, Riswan mengatakan tantangan pasar ASEAN bukan saja berasal dari negara tetangga. Namun, tantangan terbesar yang dihadapi pasar bebas ASEAN juga berasal dari lingkungan internal Indonesia sendiri.
Riswan menuturkan, tantangan itu adalah munculnya kaum menengah atas yang semakin lama semakin besar. Kaum menengah atas menuntut kualitas produk pertanian yang baik sehingga yang terjadi mereka mencari produk tak peduli dari mana asalnya.
"Golongan menengah menetas luar biasa. Siapa? Anak muda secara ekonomi tidak kekurangan, ukuran keluarga muda. Income ada. Mereka tentu ingin mengubah lifestyle gaya hidup, produk yang lebih berkualitas. Uang ada, kalau nggak kasih ya beli dari luar. Itulah ancaman dalam negeri," lanjut dia.
Hal itu, kata berbeda dengan situasi pada dekade tahun 1970-1980-an. Pada masa itu, masyarakat tidak memperdulikan darimana produk pertanian berasal. Asal produk tersedia maka hal tersebut sudah lebih baik.
"Kalau dulu 70-80-an ada barangnya Alhamdulilah, sekarang harus memilih karena uang cukup. Ini efek pembangunan yang harus direspon, sekarang gayanya organik. Buat mereka harga tak masalah," ujar dia.
Maka dari itu, terang dia untuk menghadapi pasar tunggal ASEAN bukan lagi menerapkan pendekatan sektor produksi di sektor kuantitas, melainkan lebih kepada kualitas. (Amd/Nrm)
Advertisement