Oleh: Hanz Jimenez Salim, Silvanus Alvin, Rinaldo, Raden Trimutia Hatta, dan Yandhi Deslatama Liputan6.com, Jakarta - Manuver atau akrobat politik Ruhut Sitompul masih meramaikan jagat politik di Tanah Air. Dari pencibir Joko Widodo berbalik mendukung calon presiden nomor urut 2 tersebut. Aksi 'lompat pagar' politisi penuh kontroversi ini pun masih menimbulkan banyak tanya bahkan kecaman, baik internal Partai Demokrat maupun dari dua kubu capres-cawapres.
Politisi Partai Demokrat tersebut mengaku tidak melanggar AD/RT partainya ketika menyatakan dukungannya terhadap pasangan Jokowi-JK. "Oh tidak, tidak ada yang saya langgar," kata politisi yang juga pengacara itu di salah satu restoran di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin malam 23 Juni 2014.
Klaim dapat izin SBY
Dengan dukungannya terhadap Jokowi-JK, kata Ruhut, dirinya telah meminta izin kepada Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. "Saya ketemu Pak SBY di Emerald. (Di situ) Ada bapak Menko Polhukam Djoko (Djoko Suyanto), Danpaspampres Pak Donny, tanya saja. Saya minta izin dan hormati etika politik," imbuh Ruhut.
Ruhut menambahkan, sebagai Ketum Partai Demokrat, SBY telah mengimbau kepada seluruh kader partainya untuk tidak golput dalam Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 9 Juli mendatang. Kendati, SBY secara pribadi lebih memilih sikap netral dalam pilpres tahun ini.
"Pak SBY memang meminta kami jangan golput. Tapi hak Demokrat sangat dia hormati, beliau menghormati kami yang ada di kubu Pak Prabowo-Hatta begitu juga yang di kubu Pak Jokowi dan JK," ucap Ruhut.
Pemeran Poltak dalam sinetron Gerhana itu sebelumnya menjelaskan, pilihannya jatuh kepada Jokowi-JK karena kecewa atas sikap partai-partai koalisi yang tak mendukung SBY sepenuh hati. Terlebih, Prabowo menyebut ada kebocoran anggaran, padahal di hadapan ratusan pengurus Demokrat, pasangan nomor urut 1 itu berjanji meneruskan program SBY.
"Mereka kan didukung partai koalisi pemerintahan sekarang, tapi malah nyerang kita dengan sebut bocor. Seharusnya, dia (Prabowo) berkaca dan tanya dulu ke Pak Hatta bagaimana," ujar Ruhut.
Sanggahan Demokrat
Politisi yang beberapa kali bermain sinetron ini mengklaim mendapat restu SBY atas pilihannya tersebut. Benarkah?
Tanggapan paling keras memang datang dari sejawatnya di partai berlambang mercy. Nurhayati Ali Assegaf, misalnya. Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR ini menegaskan, tidak benar Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memberikan restu kepada Ruhut Sitompul untuk mendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
"Tentang dukungan Ruhut ke Jokowi yang dapat restu dari SBY adalah tidak benar. Apa yang dikatakan Ruhut untuk mendukung Jokowi atas restu SBY jelas-jelas tidak benar karena tidak mungkin ketua umum lari dari rapimnas yang dipimpin langsung," ucap Nurhayati di Gedung DPR, Senin silam.
Wakil Ketua Umum PD itu juga menantang Ruhut untuk membuktikan bahwa ia didukung dan direstui oleh SBY mendukung Jokowi-JK. "Ruhut tak punya bukti, saya taruhannya, silakan dibuktikan, apakah itu rekaman, percakapan dengan SBY, tulisan atau yang lainnya. Silakan tunjukkan saja ke media," tantang Nurhayati.
Perang pernyataan pun terjadi antara Ruhut dan Nurhayati. Ruhut bahkan menyebut Nurhayati sebagai Mak Lampir.
"Saya masih hormati dia. Tapi kalau aku tidak bisa lagi menahan saya punya emosi. Saya katakan dia, Mak Lampir," tukas politisi berusia 60 tahun tersebut di salah satu restoran di bilangan Jalan Teuku Cik Ditiro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin lalu.
Istilah 'Mak Lampir' pernah juga dilontarkan kepada Nurhayati ketika Ruhut dirotasi atau dipindahkan dari Badan Legislatif DPR menjadi Wakil Ketua Fraksi Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) MPR pada Juni 2012. Kebijakan ini diduga sebagai hukuman karena Ruhut saat itu selalu mendesak agar Anas Urbaningrum mundur dari jabatan ketua umum.
Klaim restu dari SBY juga dipertanyakan Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin. Ia membantah hal tersebut dan akan memanggil Ruhut untuk klarifikasi.
"Yang mungkin untuk diklarifikasi adanya dukungan dengan embel-embel telah mendapat restu, nah itu saya kira perlu ada klarifikasi," kata Amir di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 24 Juni 2014.
Amir menjelaskan, memang benar sebelum deklarasi Ruhut bertemu SBY. Tapi, dalam pertemuan itu Ruhut tak mengatakan akan dukung Jokowi, melainkan Prabowo. Amir mengetahui pertemuan itu dari pesan singkat yang dikirim oleh SBY.
"SMS (yang dikirim oleh SBY) itu terbaca justru menginformasikan akan mendeklarasikan calon nomor yang lain. Nah itu tidak menjadi masalah tetapi tentunya kemudian yang menjadi hal yang bisa dijadikan alasan dewan kehormatan untuk melakukan penelusuran, adalah mana kala embel-embel restu dari ketua umum," jelasnya.
Pria yang menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM itu menegaskan, adalah hak politik setiap anggota Partai Demokrat untuk mendukung calon mana pun yang diinginkan. Hak politik tersebut tidak dapat diganggu gugat.
"Oleh karena itu seperti kita temukan ada kader Demokrat yang mendukung calon nomor 1 ada pula yang mendukung calon nomor 2, itu saya kira satu hal yang tidak perlu kita pertanyakan lagi," tandas Amir.
Jokowi senang, tapi...
Sikap Ruhut sekarang memang berbanding terbalik dengan serangan kritik yang kerap ditujukannya kepada Jokowi selama ini. Namun hal tersebut rupanya tak menjadi masalah bagi Jokowi. Bahkan Gubernur nonaktif DKI Jakarta itu mengaku dengan senang hati menerima dukungan dari Ruhut.
"Dengan senang hati, terima dukungan itu. Dengan senang hati dong," ujar Jokowi di sela-sela kegiatan kampanyenya di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Senin silam.
Kendati demikian, mantan Walikota Solo itu mengaku tak terlalu memahami perubahan sikap Ruhut tersebut. Yang dulunya gencar menghujaninya dengan kritikan, kemudian balik mendukungnya ketika Partai Demokrat berkoalisi dengan Gerindra dan resmi mendukung Prabowo-Hatta.
"Artinya pasti ada sesuatu kenapa beliau itu dulu sering nyerang. Kemudian berbalik. Tanyakan ke sana. Ooo, ternyata Jokowi memang... Hehehe saya nggak ngerti," jelas Jokowi.
Didukung Luhut Panjaitan
Jokowi memang boleh ragu, tapi manuver politisi kelahiran Medan, Sumatera Utara itu didukung oleh Luhut Binsar Panjaitan. Salah satu anggota Tim Pengarah Pemenangan Jokowi-JK itu mengatakan, bergabungnya Ruhut bakal berpengaruh dalam pemenangan pasangan capres dan cawapres Jokowi-JK.
"Saya pikir pastilah ada pengaruhnya," kata Luhut saat ditemui di salah satu restoran kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin silam.
Menurut Luhut, bergabungnya Ruhut bukan merupakan paksaan, melainkan keinginan Ruhut sendiri. Sebab, Partai Demokrat memang membebaskan kadernya untuk memberikan dukungan dalam Pilpres 2014.
Ruhut juga dikenal sebagai politisi yang kerap berubah haluan dalam memilih partai, Ruhut pun pernah tercatat sebagai kader Partai Golkar sebelum bergabung ke Partai Demokrat. Luhut pun tak mempermasalahkan sikap Ruhut tersebut. Menurut Luhut, bukanlah dipandang sebagai politisi kutu loncat.
"Jadi dilihatnya individu masing-masing (capres) yang mereka percaya, bukan partainya tapi individunya," ujar purnawirawan jenderal bintang empat tersebut.
Lebih jauh Luhut mengatakan, anggota Komisi III DPR itu memang kerap mengkritik Jokowi. Namun bukan berarti kritik Ruhut harus ditolak dan malah memusuhinya. Jokowi pun tidak mempermasalahkan dukungan Ruhut ini dan menerimanya.
"Pak Jokowi memang orangnya begitu, begitulah hebatnya dia. Dia (Jokowi) bisa menahan diri dan dia tak pernah berkomentar negatif selama ini. Komentar Pak Ruhut dia malah bilang 'biarin ajalah Pak Luhut itu, nggak apa-apa'. Tadi saya sudah telepon pak Jokowi dia sekarang lagi di Pontianak, beliau mengatakan 'kalau sudah begitu, nggak apa-apa Pak Luhut. Sampaikan salam, nanti pada waktunya saya akan menemuinya," tutur Luhut.
Luhut mengakui dialah salah satu orang yang mengajak Ruhut memberikan dukungan terhadap Jokowi. Dia pun percaya terhadap Ruhut dan tidak akan menjadi pembelot untuk dalam koalisi ini.
Tanggapan Trah Soekarno
Berbeda dengan Luhut, sikap Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan Puan Maharani lebih hati-hati. Cucu mendiang Soekarno ini menegaskan dukungan yang diberikan oleh juru bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul, jangan hanya dirinya seorang, melainkan seluruh massanya juga dikerahkan untuk mencoblos pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
"Kami berharap supaya Pak Ruhut membawa gerbongnya, pendukungnya, atau massanya mendukung Jokowi-JK di lapangan itu tentu sangat kami harapkan," kata Ketua Fraksi PDIP di DPR tersebut di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa lalu.
Dukungan dari Ruhut memang membawa tren positif bagi PDIP. Namun, trah Soekarno tersebut mengingatkan agar Ruhut tak mengintervensi kinerja timnya. "Karena ini sudah dikonsep sejak jauh-jauh hari," imbuh Puan.
Selain itu, Puan menegaskan tak ada politik transaksional atas dukungan yang diberikan oleh Ruhut. Sebab, dari awal Jokowi ingin membangun koalisi dan pemerintahan secara profesional. "Yang pasti bagi kami tidak ada bicara bagi-bagi kekuasaan, karena ingin fokus memenangkan Jokowi-JK di pilpres nanti," tegas Puan.
Soal Ruhut yang terancam didepak dari Demokrat, Puan hanya merespons dingin. Ia menilai tiap pilihan ada konsekuensinya.
"Pilihan politik itu harus ada konsekuensinya, Pak Ruhut kemudian mendukung Jokowi-JK pasti dia sudah bisa memprediksi apa risikonya, jadi saya rasa Pak Ruhut sudah memikirkannya matang-matang," tutur putri kandung Megawati Soekarnoputri tersebut.
Cibiran petinggi Demokrat
Sikap mendukung capres Jokowi mendapatkan cibiran dari petinggi Demokrat lainnya. Sebab, Ruhut membawa-bawa restu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.
Advertisement
"Ruhut ini kan orang baru, baru masuk 2005, hanya kepala departemen. Lalu 2009 ikut menikmati kebesaran Partai Demokrat. Jadi belum apa-apa sudah merasa hebat di Demokrat. Kita ini sejak awal di Demokrat, sejak 2002 membangun Demokrat. Jadi jangan membawa-bawa nama Demokrat, pada saat dia diuntungkan oleh kebesaran partai Demokrat," kata Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Marzuki Alie usai menghadiri deklarasi dukungan Prabowo-Hatta di Kota Serang, Senin silam.
Marzuki menjelaskan, jika dukungan Ruhut tersebut bersifat pribadi, maka tidak dipermasalahkan. Karena pada era demokrasi saat ini, berbeda pandangan adalah hal biasa. "Memilihkan dengan pertimbangan, Prabowo-Hatta sudah menyatakan visi misinya pada tanggal 1 Juni yang lalu," lanjut Marzuki.
Ketua DPR ini menyatakan, perbedaan pendapat dan sempalan-sempalan itu bersifat biasa dan setiap individu harus bisa saling menghargai perbedaan pendapat tersebut. Karena jika sampai terjadi keributan, maka tak elok dilihat publik.
"Kami mayoritas kader Partai Demokrat se-Indonesia dan seluruh organisasi sayap telah menyatakan sikap mendukung pasangan Prabowo-Hatta," tandas Marzuki.
Dan, akhirnya dukungan itu berbuah sanksi setelah Fraksi Partai Demokrat menggeser posisi Ruhut dari Komisi III DPR. "Sebelum paripurna, saya pindahkan Ruhut dari Komisi III ke Komisi VI. Ini wewenang ketua fraksi. Seperti yang lalu, saya keluarkan beliau dari Baleg," kata Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf di Gedung DPR, Jakarta, Selasa silam.
Meski demikian, Nurhayati mengatakan sanksi tersebut diberikan bukan karena mempersoalkan Ruhut yang mendukung Jokowi-JK. Persoalannya adalah Ruhut yang membawa-bawa nama Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.
Ruhut cari aman?
Terlepas dari masalah internal di Demokrat, putar haluan Ruhut menjadi sorotan berbagai kalangan. Salah satunya dari Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens. Menurutnya, dukungan Ruhut terhadap Jokowi-JK hanya sebuah sikap mencari kenyamanan untuk dirinya. Bahkan, bergabungnya Ruhut dinilai akan menjadi bumerang untuk Jokowi.
"Ruhut Sitompul itu dia tidak mendukung Jokowi, dia hanya mencari aman dirinya. Dan saya bilang jangan merusak citra baik Jokowi, kita tidak butuh dukungan orang-orang rusak. Itu akan jadi bumerang bagi Jokowi," ujarnya di sebuah hotel kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa silam.
Boni mengingatkan bagaimana sikap Ruhut sebelumnya yang selalu menjelek-jelekkan Jokowi dan itu tak akan bisa dihapus begitu saja dengan deklarasi dukungan Ruhut terhadap mantan Walikota Solo itu.
"Silakan dia mengklaim dirinya adalah tim Jokowi. Saya yang merasakan betul betapa mereka menghajar, menghina Jokowi selama 2 tahun lalu, dan kita membela Jokowi mati-matian," katanya.
Namun, karena peluang menangnya besar, menurut Boni wajar jika Ruhut berbelok mendukung Jokowi. Apalagi Jokowi adalah 'barang' bagus yang selalu dicari orang.
"Itu yang saya bilang virus dan bisa kontraproduktif karena dia adalah public enemy. Tanaman baik selalu didekati hama, tapi kami akan cari pestisida yang baik. Jangan sampai ada virus masuk ke dalam Jokowi," pungkas Boni.
Benarkah demikian? Entahlah...