Peneliti: Cuma Sepertiga Pemilih Tahu Prabowo Terlibat Penculikan

"Jadi selama tiga tahun terakhir kampanye HAM terkait dengan latar belakang Prabowo itu jalan di tempat," kata Burhan.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 25 Jun 2014, 07:46 WIB
Calon Presiden nomor urut satu Prabowo Subianto menyambangi sejumlah daerah di Jawa Timur. Di Madura Prabowo mendapat dukungan dari para Kyai dan para santri.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus pelanggaran HAM yang dituduhkan kepada calon presiden (capres) nomor urut satu, Prabowo Subianto, dianggap tidak akan berhasil untuk menjatuhkan elektabilitasnya.

"Pemilih yang tahu Prabowo menculik aktivis itu cuma 27 persen. Sementara pemilih yang tahu latar belakang Prabowo melanggar HAM itu juga di kisaran 27 persen. Jadi dari sisi awareness, masyarakat yang tahu latar belakang Prabowo soal HAM, terutama dalam penculikan aktivis-aktivis itu kurang dari sepertiga jumlah penduduk," kata peneliti Lembaga Survei Indonesia, Burhanudin Muhtadi, di Serang, Banten, 24 Juni 2014, dalam sebuah seminar.

Hal ini disebabkan karena banyaknya pemilih yang tidak mengetahui latar belakang capres usungan Gerindra dan koalisi merah putih. Ditambah, kelas menengah yang memiliki pendidikan tinggi, kurang peduli terhadap isu pelanggaran HAM.

"Jika dibandingkan dengan survei tiga tahun sebelumnya, jumlah pemilih yang tahu latar belakang Prabowo hanya naik 3 persen," lanjut dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah tersebut.

Dirinya pun merasakan hal yang aneh bahwa kelas menengah tidak menganggap penting dan tidak memperhatikan masalah HAM, "Jadi selama tiga tahun terakhir kampanye HAM terkait dengan latar belakang Prabowo itu jalan di tempat," tutup Burhan.

Sebenarnya, belakangan ada upaya untuk mengangakt lagi kasus ini. Mantan Panglima ABRI Wiranto menggelar jumpa pers secara khusus. Ia menjelaskan, penculikan aktivis itu inisiatif Prabowo sendiri.

"Seingat saya pada saat menanyakan langsung kepada Letjen Prabowo saat itu tentang siapa yang memberi perintah (penculikan aktivis), yang bersangkutan mengaku bahwa apa yang dilakukan bukan perintah Panglima. Namun merupakan inisiatifnya sendiri dari hasil analisa keadaan saat itu," ujar Wiranto, Kamis 19 Juni 2014.

Wiranto menjelaskan, institusinya tidak pernah menggunakan pendekatan kekerasan dalam menghadapi demonstrasi.

"Perlu diketahui bahwa kebijakan Panglima saat itu untuk menghadapi para aktivis dan demonstran mengedepankan cara-cara persuasif, dialogis, dan komunikatif, serta menghindari tindakan yang bersifat kekerasan," katanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya