Kasus Wiranto Ditutup, Bawaslu: Tak Ada Kampanye Hitam

Jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pernyataan Ketua Umum Partai Hanura tersebut, bisa mengambil langkah hukum.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 25 Jun 2014, 18:07 WIB
Prabowo dan Wiranto (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan menutup kasus mantan Panglima ABRI (sekarang TNI) Jenderal (Purn) TNI Wiranto yang diadukan kuasa hukum pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa karena diduga melakukan kampanye hitam.

"Kami hentikan kasus ini, Wiranto tak ada kampanye hitam. Makanya tidak bisa dikategorikan sebagai kampanye," kata Pimpinan Bawaslu Nelson Simanjuntak di Gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (25/6/2014).

Dia mengatakan pihaknya tak bisa memeriksa kasus ini melampaui ketentuan yang ada dalam undang-undang. "Bawaslu harus mencocokkan dengan Undang-undang Pemilu dan tak bisa melampaui undang-undang. Walaupun ini tidak memuaskan bagi pelapor," sambung dia.

Nelson menjelaskan, saat menyatakan hal tersebut Wiranto menyatakan dirinya sebagai mantan pimpinan militer, bukan sebagai politisi.

"Wiranto secara tegas menyatakan sebagai mantan Pangab dalam rangka menjawab desakan publik yang meminta dia menjelaskan soal DKP atas pernyataan Prabowo saat debat capres yang waktu ditanya JK dia jawab 'tanyakan kepada atasan saya'. Makanya dia meluruskan itu," jelasnya.

Nelson berujar, jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pernyataan Ketua Umum Partai Hanura tersebut, bisa mengambil langkah hukum.

"Kalau misalnya mereka merasa dirugikan, maka bisa ambil langkah hukum. Karena ini tidak masuk kategori pelanggaran pidana pemilu," ujarnya.

Nelson juga mengimbau, bagi semua pasangan calon dan timnya untuk tetap menjaga etika, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Karena, menurutnya, apa pun tindak-tanduk pasangan calon dan timnya bisa saja memicu pihak lain untuk mempermasalahkan.

"Artinya tidak mengeluarkan pernyataan yang memicu pihak lawannya melapor ke Bawaslu. Yang pertama perbuatan tercela ini harus ada ukuran. Ini salahnya UU kita, jadi kita sulit menerjemahkan," tandas Nelson. (Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya