Liputan6.com, Jakarta Luiz Suarez adalah salah satu pemain dengan bakat dan karakter eksplosit di lapangan dan sering mencetak pada saat-saat krusial, tapi ia sering merusak reputasinya tersebut karena tidak bisa mengontrol mulutnya.
Pemain kontroversial Uruguay tersebut kembali membuat ulah ketika menggigit bahu kiri pemain Italia Georgio Chellini pada pertandingan penyisihan Grup D yang berakhir dengan skor 1-0 untuk keunggulan Uruguay.
Advertisement
Tapi terpisah dari kemampuannya di lapangan, pemain berusia 27 tahun itu memang tidak bisa dilepaskan dari berbagai ulah kontroversi.
Pada perempat-final Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan saat menghadapi Ghana, Suarez menggagalkan sundulan Dominic Adiyah dengan tangan pada menit-menit terakhir saat skor imbang 1-1.
Akibatnya, pemain bintang Liverpool itu pun diusir keluar lapangan.
Tapi Ghana memang bernasib sial karena Asamoah Gyan gagal memanfaatkan tendangan penalti sehingga pertandingan harus dilanjutkan melalui tendangan penalti yang akhirnya dimenangi Uruguay.
Usai pertandingan, Suarez pun bersorak kegirangan dan mengatakan bahwa ia telah melakukan "penyelamatan", pernyataan yang kemudian dikecam sebagai bentuk ketidakadilan.
"Saya selalu merasa bahwa saya harus menolong tim. Saya hanya berusaha menghentikan bola dan akan lebih parah jika saya menghentikan bola dan melukai lawan," katanya memberikan alasan.
"Menghentikan bola dengan tidak akan melukai siapa pun, hanya usaha menghentikan bola," katanya menambahkan.
Ulah Suarez tidak berhenti sampai disitu karena tiga tahun kemudian ia diganjar denda sebesar 67.000 dolar AS karena melakukan tindakan rasis terhadap pemain Manchester United Patrice Evra di Stadion Anfield.
Suarez mencoba membela diri dengan mengatakan bahwa kalimat "negrito" yang dilontarkannya kepada Evra sesungguhnya tidak berkonotasi rasis di negaranya Uruguay. Tapi pembelaan tersebut tidak bisa diterima semua orang.
Pada April 2013, ia dihukum skorsing sepuluh pertandingan gara-gara menggigit pemain Chelsea Branislav Ivanovic pada pertandingan Liga Utama Inggris lainnya.
Kecaman demi kecaman pun dialamatkan kepada perilaku Suarez karena dianggap bisa merusak suasana kompetisi dan membuat pemain tersebut berniat hengkang dari daratan Inggris.
Tapi pemain dengan julukan "El Pistolero" malah kembali dimainkan oleh pelatih Liverpool Brendan Rodgers setelah selesai menjalani skorsing.
Dilupakan
Para penggemar sepak bola Inggris seperti melupakan sikap Suarez dengan penampilan gemilang di lapangan dan ia pun justru kemudian dinobatkan sebagai Pemain Terbaik setelah mencetak 31 gol.
Penampilan terbaik Suarez diperlihatkan saat Liverpool menggulung Cardiff 6-3 pada Maret lalu dan mencatat hatrik untuk ketiga kalinya.
Secara perlahan, kecaman yang selama ini dialamatkan kepadanya, berubah menjadi simpati ketika ia harus menjalani operasi lutut pada 22 Mei lalu.
Suarez berkali-kali mengatakan bahwa ia sangat takut jika harus mengalami nasib seperti yang dialami Theo Walcott dari Inggris dan Radamel Falcao (Uruguay) yang harus mengubur mimpi memperkuat tim nasional di Piala Dunia 2014 Brazil.
"Terus terang saya takut dengan apa yang terjadi pada Falcao dan Walcott. Tapi kita hidup pada saat sekarang dan harus memberikan yang terbaik kepada klub," katanya.
Beruntung Suarez bisa pulih kembali hanya dalam beberapa minggu kemudian.
Suarez tidak dimainkan saat Uruguay dikalahkan Kosta Rika pada pertandingan pertama, tapi mencetak dua gol saat mengalahkan Inggris, Kamis lalu.
Ironisnya, Suarez menenggelamkan Inggris yang tidak lain diperkuat oleh rekan-rekannya dari Liverpool, termasuk kapten Steven Gerrrard.
Di saat kasus gigitan terhadap Chellini tersebut diselidiki oleh FIFA, beredar berita bahwa klub kaya Real Madrid dan Barcelona sudah siap-siap untuk merebut Suarez dari Liverpool.
Advertisement
Presiden Uruguay Bereaksi
Presiden Uruguay Jose Mujica memberi komentar tentang masalah kontroversial global menyangkut Luis Suarez, Rabu, dengan mengatakan tidak adil untuk menghakimi tuduhan ia mengggit pemain Italia, sementara insiden lain tidak ditinjau ulang.
"Kami memilih dia bukan karena dia seorang filsuf, atau mekanik, atau seorang yang berkelakuan baik - tapi karena ia seorang pemain hebat," kata Mujica, membela pemain brilian dan dikenal sebagai striker yang mudah berubah pikiran itu.
"Saya tidak melihat dia menggigit orang. Di lapangan, mereka bisa saja saling tendang dan tampar," katanya kepada wartawan.
Suarez, salah satu pemain depan terhebat dunia dan timnya sudah maju ke putaran 16 besar Piala Dunia, sedang menunggu keputusan badan sepak bola dunia FIFA tentang insiden yang terlihat di rekaman tv ketika ia menggigit bahu pemain bertahan Italia, Giorgio Chiellini.
Pemain Liverpool itu sebelumnya pernah dihukum dua kali karena melakukan hal yang sama, termasuk masalah rasial.
Ia juga pernah menahan bola menggunakan tangannya pada Piala Dunia lalu ketika melawan Ghana, sehingga tim Afrika itu tidak mendapat gol dan gagal ke semi final.
Banyak orang Uruguay menyatakan, reaksi global terhadap pemain itu, terlalu dibesar-besarkan dan bersifat munafik.
"Dalam sepak bola, saya kira, pemain harus menguruti apa yang dikatakan wasit," kata Mujika.
"Bila kita akan mengambil keputusan dalam sepak bola melalui televisi, kemudian banyak penalti dan 'handballs' tidak mendapat peringatan, saya kira akan buruk sekali," katanya.
Kapten Uruguay Diego Lugano, dalam temu pers di kota Natal, Brazil usai sesi latihan, juga amat membela Suarez mencela salah seorang wartawan Inggris.
"Amat jelas kemenangan Uruguay tidak membuat Anda gembira. Itu terlihat dari wajah Anda," kata Lugano.
"Saya tahu figur Suarez amat menjual karena ia memiliki karisma...Saya tenang saja karena saya tahu Luis akan tetap tangguh dan berhasil di Piala Dunia. Itu yang ditakhutkan orang. Mereka pantas menakutkan hal itu," katanya.
Kata Psikolog
Bentuk sulit adaptasi
Psikolog yang juga dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Heri Widodo. MPsi mengatakan, bentuk reaksi yang ditunjukkan Suarez ini sebagai sebuah kegagalan seseorang dalam mengendalikan diri ketika menghadapi impuls atau rangsangan yang tidak mengenakkan. Apalagi ini di depan publik.
"Meski dia tahu tentang baik atau buruk, tapi dia gagal menginternalisasikan dalam dirinya bahwa tindakan itu tidak baik dia lakukan," ujar Heri.
Orang-orang seperti ini berlaku bisa jadi tidak butuh rangsangan dari luar yang menekan begitu kuat. Bisa jadi suasana dan kondisinya sama dengan orang lain, tetapi karena kemampuan adaptasi dan pengendalian dirinya lemah, maka yang terjadi tindakan yang tidak terpuji.
Advertisement