Presiden Terpilih Diharap Mampu Adili Pelanggar HAM

Tugas presiden untuk mengungkapkan kasus HAM sederhana, yakni hanya mengeluarkan Keputusan Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 27 Jun 2014, 10:20 WIB
Salah satu keluarga korban tragedi Mei Tahun 1998 Ruyati berjalan di depan mural pelanggaran HAM ketika peresmian mural Prasasti Tragedi Trisakti dan Mei 1998 di kawasan Jalan Pemuda, Jakarta Timur. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Liputan6.com, Jakarta - Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) menggelar konsolidasi korban pelanggaran HAM pada 23-26 Juni 2014. Konsolidasi tersebut dilakukan untuk merumuskan sikap dan resolusi korban orang hilang terhadap Pilpres 2014.

Kegiatan tersebut juga dilakukan untuk terus mengingatkan publik bahwa pelaku penghilangan orang secara paksa akan dibawa ke Mahkamah Pidana Internasional (Internasional Criminal Court/ICC).

"Usaha ini sebenarnya sudah dilakukan tak lama setelah kejadian. Namun, karena Indonesia belum meratifikasi Statuta Roma, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tak bisa berbuat banyak," kata Ketua IKOHI Mugiyanto dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Jumat (27/6/2014).

Mugiyanto menjelaskan, ada tiga agenda IKOHI pada konsolidasi nasional. Selain akan memperjuangkan ke forum internasional, mereka juga akan bersikap pada pemilihan presiden 2014 ini. Menurutnya, organisasi yang ia pimpin itu juga akan merumuskan kembali sikap dalam upaya menuntaskan pelanggaran HAM.

"Bukan hanya terkait dengan penculikan 1998, tetapi semua pelanggaran HAM yang belum terungkap," katanya.

Mugiyanto yang merupakan salah satu dari 9 aktivis yang diculik pada masa reformasi itu, menyebutkan, momentum pilpres diharapkan bisa menggugah presiden terpilih nanti untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu. Sebab selama 16 tahun terakhir, dari masa pemerintahan BJ Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono, persoalan HAM dan beberapa kasus yang selama ini mengendap belum juga terungkap.

Padahal, sambung Mugiyanto, tugas presiden untuk mengungkapkan kasus HAM sederhana, yakni hanya mengeluarkan Keputusan Presiden untuk membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia. "Kami berharap presiden mendatang bisa mengadili pelaku kejahatan HAM," ujarnya.

Proses pengadilan, menurut dia penting karena penghukuman memberi pesan ke publik bahwa kejahatan yang mereka lakukan tak boleh lagi terjadi di kemudian hari. "Penghilangan paksa sebagai kejahatan yang berkesinambungan. Apalagi korbannya belum juga ditemukan," tukas Mugiyanto.

Para Keluarga korban penculikan aktivis dan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) selama ini menggelar aksi rutin Kamisan di depan Istana Merdeka.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya