Liputan6.com, Yerusalem Pola pergerakan sumberdaya pemberontakan di Suriah terulang lagi. Warga negara asing tertarik untuk berjuang bersama pemberontak Suriah, bertempur di sana sekian lamanya, dan ditengarai kembali ke negara asal mereka untuk menyebarkan perjuangan mereka. Kali ini, giliran Tiongkok yang mencemaskan pola ini.
Seperti yang dilansir dari Jerusalem Post (27/06/2014), sekitar 1000 pejuang jihad Tiongkok menerima pelatihan militer di suatu tempat di Pakistan. Sementara itu, warga Tiongkok yang sedang berjuang di Suriah belum diketahui jumlahnya, demikian kata Jacques Neriah kepada utusan dari Tiongkok yang sedang melakukan kunjungan.
Advertisement
Neriah, seorang analis Timur Tengah di Jerusalem Center for Public Affairs (JCPA) dan pernah menjadi penasihat kebijakan luar negeri untuk Perdana Menteri Yitzhak Rabin, memaparkan kepada para tamunya tentang peran ribuan pejuang jihad Tiongkok dalam perang sipil di Suriah, demikian juga tentang keterlibatan sukarelawan dari Uzbekistan dan negara-negara Asia Tengah lainnya di sekitar Tiongkok.
Keberadaan tempat pelatihan di Waziristan Utara (di Pakistan) itu lebih menarik lagi dari sudut pandang Tiongkok, karena keberadaannya menjadikan Pakistan dan Tiongkok sebagai sekutu melawan musush bersama.
Sepuluh utusan Tiongkok itu terdiri dari sejumlah peserta dari Sekolah Partai Pusat (Central Pary School—CPS) milik komite pusat Partai Komunis, yang selama ini menjadi sarana pelatihan pimpinan tingkat tinggi Tiongkok, termasuk presidennya sekarang, Xi Jinping.
Utusan tersebut tiba di awal minggu ini untuk mengambil bagian dalam suatu simposium yang dijalankan secara bersama oleh JCPA dan SIGNAL (Sino-Israel Global Network and Academic Leadership) untuk membahas kepentingan bersama antara Tiongkok dan Israel di Timur Tengah.
Ketua JCPA, Dore Gold, mengatakan bahwa untuk mengerti cara kerja Al Qaeda dan “cabang-cabang”-nya di seluruh dunia, perlu dicamkan baik-baik perihal strategi kelompok-kelompok itu dan juga kenyataan bahwa “ada segelintir risiko” ketika sukarelawan itu pulang dari Suriah ke negara masing-masing.
Menurut Gold, Israel “memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang penyebaran organisasi-organisasi sejenis itu, dan kalau sudah mengerti pola yang ada di sebagian Afrika dan Eropa, maka bisa saja pengetahuan ini diterapkan di bagian-bagian lain dunia.”
Menurut Gold, selain kesadaran akan peningkatan kepentingan bisnis dan ekonomi antara Israel dan Tiongkok dan eratnya kalangan bisnis mereka, dua negara tersebut juga “memiliki kepentingan bersama terkait kebijakan strategis luar negeri”, termasuk yang dianggap paling penting adalah dalam hal kontra-terorisme.