Ekonom: Implementasi Aturan Transaksi Pakai Rupiah Belum Efektif

"Banyak berita negatif menekan rupiah. Namun ini hanya musiman. Krisis di Irak juga sudah mereda," ujar Ekonom David Sumual.

oleh Agustina Melani diperbarui 29 Jun 2014, 10:35 WIB
Ilustrasi Pantau Rupiah (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom menyambut positif imbauan Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung untuk menggunakan rupiah di setiap transaksi di lingkungan Indonesia. Hal itu dilakukan untuk menjaga nilai tukar rupiah.

Ekonom BCA, David Sumual menuturkan, ada sejumlah faktor yang telah diperkirakan dapat menekan rupiah. Nilai tukar rupiah tertekan selama sepekan. Kurs tengah Bank Indonesia melemah 1,1% dari Rp 11.967 pada Jumat 20 Juni 2014 menjadi Rp 12.103 pada Jumat 27 Juni 2014.

David menilai, tekanan rupiah itu disebabkan dari faktor internal dan eksternal. Biasanya permintaan dolar cukup tinggi pada Mei dan Juni. Hal itu dikarenakan perusahaan membayar repatriasi dividen dan pembayaran utang jauh tempo.

Selain itu, bank sentral Amerika Serikat (AS)  kembali memotong pembelian obligasinya menjadi US$ 35 miliar dan data ekonomi AS membaik yang diprediksikan dapat menekan rupiah dalam jangka pendek.

Namun, konflik di Irak menambah tekanan untuk nilai tukar rupiah karena membuat harga minyak kembali naik. Sehingga pelaku pasar khawatir dengan beban Pertamina karena mengimpor minyak sehingga membutuhkan dolar banyak.

"Banyak berita negatif yang menekan rupiah. Namun ini hanya musiman. Krisis di Irak juga sudah mereda," ujar David, saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (29/6/2014).

Meski demikian, David menyarankan pemerintah untuk membenahi sejumlah hal untuk menjaga nilai tukar rupiah dalam jangka pendek dan panjang. Pertama, pemerintah diharapkan dapat bertindak tegas untuk menerapkan Undang-undang Nomor 7 tahun 2011 tentang transaksi di lingkungan Indonesia untuk menggunakan rupiah. [Baca juga: CT Imbau Transaksi Wajib Pakai Rupiah di Pelabuhan]

"Selama ini implementasi Undang-undang mata uang belum efektif. Oleh karena itu, harus ada sanksi agar pelaku usaha dan masyarakat menggunakan rupiah. Selama ini beberapa sektor seperti pariwisata patokannya dolar. Lalu sekolah internasional yang selama ini tidak diawasi juga menggunakan dolar dalam transaksinya," kata David.

Kedua, David menuturkan, pemerintah untuk mempercepat implementasi membuat tim hedging. Hal itu dilakukan agar permintaan distribusi merata. Selama ini sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak melakukan hedging. "BPK, BI, Kementerian Keuangan memang telah berhasil capai kesepakatan untuk mempercepat implementasi hedging karena perusahaan BUMN juga membutuhkan dolar," ujar David.

David juga mendorong, pemerintah untuk memperbaiki struktur ekonomi dalam jangka panjang. Salah satu dilakukan dengan menggenjot ekspor yang tidak hanya berasal dari komoditas saja. Mengingat harga komoditas cenderung turun.

"Selain itu penerapan devisa hasil ekspor juga belum efektif. Masih banyak dana yang disimpan di luar," tutur David.

Prediksi Nilai Tukar

David memperkirakan, nilai tukar rupiah cenderung bergerak konsolidasi pada pekan depan. Nilai tukar rupiah akan berada di kisaran Rp 12.000 per dolar AS.

"Momentum politik memberi pengaruh pada pekan depan. Bila kepastian politik sudah ada dan pengaruh musiman sudah mereda serta krisis Irak tidak berkepanjangan maka rupiah berpotensi menguat," ujar David.

David optimistis, gerak rupiah ada di kisaran Rp 9.500-Rp 11.600 pada akhir tahun. (Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya