ESDM Diminta Kaji Lebih Dalam soal Royalti Batu Bara

Instansi yang dinilai memahami betul bagaimana dampak dari keberadaan kebijakan royalti batu-bara adalah Kementerian ESDM.

oleh Nurmayanti diperbarui 30 Jun 2014, 09:30 WIB
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak menyamakan harga batu bara dengan harga Internasional.

Liputan6.com, Jakarta - Satu lagi pengusaha pertambangan yang mengeluhkan rencana pemerintah menaikan royalti batu bara untuk pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 9 tahun 2012 karena dinilai tidak menggunakan sudut pandang yang pas.

Kementrian ESDM, sebagai kementrian teknis diminta melakukan kajian yang lebih komprehensif sebelum mengeluarkan sebuah produk perundangan.
 
“Leadernya ada di (Kementerian) ESDM. Mereka yang paling tahu dampak yang akan terjadi akibat kebijakan tersebut,” ujar Jefrrey Mulyono, Presiden Direktur PT Pesona Khatulistiwa Nusantara (PKN), seperti dikutip Senin (30/6/2014).
 
Menurut dia, Kementerian Keuangan ataupun Kementerian Perdagangan, tidak akan perduli terhadap dampak yang akan terjadi bagi pelaku usaha pemegang IUP. Karena pemerintah hanya mengejar pendapatan negara yang lebih besar.

Instansi yang dinilai memahami betul bagaimana dampak dari keberadaan kebijakan itu adalah ESDM. Karena itu, ESDM diminta bisa menyampaikan alasan yang logis melalui sebuah kajian yang menyeluruh.
 
Di mana, Jefrrey mengatakan, dampaknya adalah pada keberlangsungan kegiatan usaha pertambangan batu bara, khususnya pemegang IUP.

Dengan kondisi batu bara yang saat ini sedang terpuruk, alih-alih bisa meningkatkan pendapatan negara, yang terjadi justru sebaliknya, kegiatan usaha terhenti, karyawan dirumahkan, negarapun tidak mendapatkan bagian.
 
“Harusnya kebijakan yang akan dikeluarkan bisa membuat industri makin bergairah, bertumbuh, bukan malah bikin mati,” ungkapnya lagi.
 
Seperti diketahui, dalam rancangan revisi PP tersebut, royalti batu bara IUP akan disamakan dengan pemegang PKP2B sebesar 13,5 persen.

Selama ini, sekam royalti untuk pemegang IUP berdasarkan kalori batubara, ada yang 3 persen, 5 persen juga 7 persen. Menurut Jeffery, skema royalti 3,5 dan 7 persen, termasuk yang ideal.
 
Seharusnya, jika pemerintah ingin meningkatkan pendapatan dari sektor batu bara, dinilai harus melalui penertiban tambang-tambang yang tidak menunaikan kewajiban mereka. Selama ini, fungsi pengawasan dan penertiban belum dijalankan dengan baik oleh Kementerian ESDM.
 
Inspeksi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan banyak penambang batu bara ilegal yang masih berkeliaran, menunjukan bahwa lemahnya pengawasan yang dilakukan kementrian terkait.

Maka tidak heran, jika tahun lalu, Asosisi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) melansir ada puluhan juta batu bara yang luput dari catatan Kementerian ESDM.
 
Pemerintah melalui Kementerian ESDM khususnya Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) diketahui tidak akan membatalkan rencana kenaikan royalti batu bara untuk IUP.

Rencana tetap jalan meski dalam laporan Januari hingga April 2014, terjadi kenaikan pendapatan negara  dari sektor mineral dan batu bara meningkat lebih dari Rp 8 triliun.
 
Peningkatan itu, dipicu sikap KPL yang akan  lebih intens melakukan pemantuan terhadap aktivitas di sektor sumber daya alam, yakni pertambangan mineral dan batu bara. Langkah lembaga ini membuat pelaku usaha patuh dalam menunaikan kewajiban mereka. (Nrm/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya