Liputan6.com, Baghdad - Kelompok ekstremis Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) mendeklarasikan berdirinya 'kekhalifahan' -- sebuah negara Islam yang membentang di seluruh wilayah. Atau dengan kata lain, menyatukan wilayah-wilayah yang mereka kuasai di Irak dan Suriah ke dalam satu kekhalifahan. Dari Aleppo di Suriah utara hingga Diyala di Irak timur.
Juru bicara ISIS Abu Muhammad al-Adnani mengatakan, lewat situs internet dan Twitter, bahwa di kekhalifahan ini semua aspek kehidupan akan diatur sesuai dengan hukum Islam.
Advertisement
Perkembangan terakhir ini juga membuat kelompok itu mengganti namanya, dari ISIS menjadi hanya 'Negara Islam'.
Kelompok ini juga mengatakan, sudah mengangkat pemimpin mereka yakni Abu Bakr al-Baghdadi sebagai khalifah, yang diklaim sebagai pemimpin semua umat Islam. "Ia adalah imam dan khalifah bagi setiap Muslim (di seluruh dunia)," kata Al-Adnani seperti Liputan6.com kutip dari BBC, Senin (30/6/2014).
"Adalah kewajiban tugas semua Muslim untuk bersumpah setia kepada (dia) dan mendukung dia... Legalitas semua emirat, kelompok, negara, dan organisasi, menjadi nol oleh ekspansi otoritas khalifah dan kedatangan pasukan ke daerah mereka," lanjut pernyataan Al-Adnani.
Kelompok ISIS menyerbu kota Irak Mosul bulan lalu dan makin merangsek menuju Baghdad. Di Suriah, mereka menguasai wilayah di utara dan timur, di sepanjang perbatasan dengan Irak -- dengan kekerasan, memberangus perbedaan pendapat, bahkan tega memenggak dan menyalibkan lawan di daerah yang mereka kuasai.
Kelompok hak asasi manusia menuding ISIS melakukan eksekusi massal di kota utara Tikrit. Juga menyebar teror pemboman di Lebanon.
Sementara, Charles Lister, pengamat di lembaga kajian Brooking Doha Center, menilai pengumuman ini sebagai perkembangan yang penting.
"Terlepas dari persoalan legitimasi, pengumuman pembentukan kekhalifahan ini adalah perkembangan paling signifikan kelompok jihadisme internasional sejak serangan 11 September," kata Lister seperti dikutip kantor berita Reuters.
Deklarasi kekhalifahan secara terbuka oleh ISIS, bisa jadi menjadi ancaman bagi para penguasa negara Teluk. Mengancam kekuasaan dan sistem dinasti yang berlaku selama ini.
"Penguasa Teluk akan melihat deklarasi tersebut sebagai bukti bahwa organisasi itu (ISIS) merupakan ancaman eksternal bagi stabilitas mereka," kata Kristian Ulrichsen, ahli Teluk AS yang berbasis di Baker Institute.
Sebaliknya, pernyataan kekhalifahan akan digunakan untuk membela diri dari tuduhan Barat bahwa mereka menyediakan material dan logistik kepada ISIS.
Ilmuwan politik Emirat, Abdulkhaleq Abdullah berpendapat, ISIS bukan jenis kelompok yang bisa membawa kembali kekhalifahan. Juga pemimpinnya yang secara sepihak diberi gelar 'khalifah'.
"Pria itu (Baghdadi) tidak memiliki sedikit pun dari kredibilitas dan kepercayaan yang dimiliki Osama Bin Laden," kata Abdulkhaleq Abdullah, merujuk pada mantan bos Al Qaeda yang tewas di Abbottabad, Pakistan. (Tnt)