Liputan6.com, Jakarta - Waktu pemilihan Presiden semakin mendekat. Hasil survei yang menunjukkan adanya persaingan ketat dan keras antara dua kandidat presiden membuat pemenang pemilihan presiden kali ini sulit ditebak.
Pasar finansial baik pasar saham maupun pasar uang mulai cemas siapakah yang akan menjadi pemenang duel capres kali ini. Makin liarnya arah perkembangan pilpres membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah terpelanting.
Advertisement
Selama masa kampanye, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,9 persen dari 4.893 pada akhir Mei 2014 menjadi 4.845 pada 27 Juni 2014. Sementara rupiah jebol ke level 12.000 per dolar AS.
Siapa sebenarnya pilihan pasar keuangan?
Asal tahu saja, pemain besar di pasar saham Indonesia adalah investor asing. Investor asing memiliki 75 persen saham-saham yang beredar di Bursa Efek Indonesia. Dari nilai transaksi harian pun, dana asing bisa mencapai 50 persen setiap harinya.
Investor lokal pun selalu memperhatikan gerak investor asing. Pasar keuangan bisa tiba-tiba negatif jika dana asing keluar dalam jumlah besar.
Sejumlah analis menilai, sosok calon presiden nomor urut dua Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi lebih berpengaruh ke pasar modal Indonesia. Namun melihat kenaikan angka survei capres Prabowo, pasar mulai deg-degan karena bisa ada kejutan baru di hasil pilpres 9 Juli nanti.
Berikut komentar para analis global bila Prabowo menang: (NEXT)
Komentar Analis Global Bila Prabowo Menang?
Komentar Analis Global:
Riset OCBC
Riset bank asing OCBC menunjukkan bila Prabowo Subianto menang dapat memberikan sentimen negatif ke indeks saham. Mengutip dari Bloomberg, Rabu (2/7/2014), berdasarkan riset Oversea-Chinese Banking Corp itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat melemah sekitar 5% jika calon presiden urut nomor satu Prabowo Subianto memenangkan pemilihan Presiden pada 9 Juli 2014.
"Indeks saham bisa jatuh lima persen jika Prabowo menang," ujar Wellian Wiranto, Ekonom OCBC.
Menurut ekonomnya, salah satu kekhawatiran utama pelaku pasar bila Prabowo menang adalah soal kestabilan fiskal. Sebelumnya Analis PT First Asia Capital, David Sutyanto memperkirakan, IHSG akan kembali ke harga wajar bila Prabowo menang. Namun, IHSG akan kembali menguat pada akhir kuartal IV 2014.
"IHSG kembali ke harga wajar ke 4.700 bila Prabowo menang," kata David.
Riset Invesco Asset Management
IHSG telah naik 14,14 persen dengan ditutup di level 4.878,58 secara year to date pada penutupan perdagangan saham 2 Juli 2014. IHSG sempat naik signifikan 3,2 persen ke level 4.878 pada 14 Maret 2014. Ketika itu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengumumkan Jokowi sebagai calon presiden.
Akan tetapi, indeks saham turun pada 10 April 2014 setelah PDIP kurang mendapat dukungan kuat dalam pemilihan parlemen. IHSG turun 2,4 persen pada 20 Mei 2014 setelah Golkar menyatakan, pihaknya bergabung dengan koalisi Prabowo.
"Pasar telah price-in dalam kemenangan Jokowi sehingga bila ada sesuatu yang kurang dapat memiliki dampak ke pasar secara keseluruhan dengan kemungkinan aksi penjualan," kata Abdul Jalil Rasheed, Direktur Investasi Invesco Asset Management.
Riset Morgan Stanley
Dalam riset PT Morgan Stanley menyebutkan, hasil pemilihan akan memicu volatilitas yang signifikan. Disebutkan, investor lebih memposisikan kemenangan Jokowi. Bila calon presiden urut nomor dua itu menang maka pasar Indonesia akan luar biasa.
"Posisi Prabowo menang maka dapat meningkatkan volatilitas pasar saham sehingga mempengaruhi lingkungan makro," tulis riset PT Morgan Stanley.
Meski ketidakpastian meningkat menjelang pemilihan umum sehingga mendorong volatilitas pasar saham naik dan risiko di saham bertambah menjelang pemilihan Presiden, Morgan Stanley tidak begitu khawatir seperti investor. Hal itu karena demokrasi Indonesia sangat kuat. Kebijakan politik juga dinilai tidak akan terlalu mempengaruhi kebijakan ekonomi secara signifikan.
Morgan Stanley menyebutkan, bila Prabowo menang maka dapat memberi tekanan ke rupiah. Nilai tukar rupiah dapat melemah 3,6 persen menjadi Rp 12.300 per dolar AS seiring dana asing keluar dari pasar keuangan. Menurut Morgan Stanley, bila Jokowi menang maka nilai tukar rupiah dapat bergerak positif sehingga menyentuh level Rp 11.000 per dolar AS.
Riset Asian Credit BlackRokc Inc (Singapura)
Neeraj Seth, Head of Asian Credit BlackRokc Inc, salah satu aset management terbesar dunia mengatakan, dengan tidak adanya pergeseran kerangka kebijakan maka itu dapat menjadi kesempatan menarik untuk menambah posisi di Indonesia. "Kami telah benar-benar mengambil risiko rendah dalam portofolio kami di Indonesia," kata Neeraj.
Advertisement
Kata Analis Pasar Dalam Negeri
Kata Analis Pasar Dalam Negeri
Kepala Riset PT Universal Broker Securities, Satrio Utomo menuturkan, pelaku pasar melihat sosok Jokowi telah memberikan pendekatan baru untuk membenahi sejumlah masalah yang terjadi terutama ketika Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Menurut Satrio, ada harapan pasar terhadap Jokowi untuk melakukan inovasi untuk menyelesaikan permasalahan.
"Sempat pasar lebih ke arah Jokowi Effect. Pasar lebih bereaksi terhadap Jokowi dibandingkan Prabowo," ujar Satrio, saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (2/7/2014).
Hal senada dikatakan, Analis PT First Asia Capital, David Sutyanto. Ia mengatakan, ketika Bank Dunia menginginkan Indonesia untuk memangkas subsidi bahan bakar dan membangun infrastruktur maka sosok Jokowi diharapkan dapat melakukan hal tersebut.
Meski demikian, jalan calon presiden Joko Widodo ini tidak mudah dalam pemilihan Presiden. Seiring waktu, elektabilitas saingannya yaitu calon presiden nomor urut satu Prabowo Subianto kian meningkat. Analis PT Trust Securities, Reza Priyambada menuturkan, pasar berharap pasangan Jokowi-JK dapat menang mutlak tetapi seiring berjalannya waktu, dan debat capres pun mengubah elektabilitas pasangan capres tersebut.
"Yang membuat ragu adalah Jokowi-JK bisa menang mutlak," kata Reza.
IHSG melemah sekitar 0,9 persen dari akhir Mei 2014 di kisaran 4.893 menjadi 4.845 pada 27 Juni 2014. Selama masa kampanye indeks saham juag cenderung turun sekitar 1,1 persen dari 5 Juni 2014 di kisaran 4.935 menjadi 4.878 pada 30 Juni 2014.
Satrio mengatakan, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi penurunan indeks saham itu. Pertama, perhelatan pesta bola dunia 2014. Kedua, elektabilitas calon presiden nomor urut satu Prabowo Subianto menguat dibandingkan elektabilitas Jokowi stagnan.
"Dengan hal itu membuat pemodal asing cenderung wait and see. Boleh dikatakan pemodal asing memilih keluar dulu," ujar Satrio.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), dana investor asing yang keluar pada masa kampanye di Juni 2014 mencapai Rp 2,73 triliun. Sedangkan sepanjang 2014 ini, dana investor asing yang masuk ke pasar modal Indonesia mencapai Rp 44,12 triliun hingga 1 Juli 2014.
Sementara itu, David menuturkan, IHSG cenderung melemah sepanjang Juni 2014 bila dikaitkan dengan politik maka itu sehubungan dengan elektabilitas Prabowo yang meningkat. Sedangkan secara fundamental, IHSG cenderung melemah karena pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat menjadi 5,2 persen pada kuartal I 2014 dan defisit neraca perdagangan saham Indonesia mencapai US$ 1,9 miliar pada April 2014.
Head of Investment AAA Asset Management, Siswa Rizali menilai, salah satu hal yang perlu dikhawatirkan terhadap gerak IHSG yaitu pemulihan ekonomi AS. Dengan pemulihan ekonomi AS akan memicu dana asing keluar dari pasar modal Indonesia.
"Harusnya yang menjadi kekhawatiran adalah dana asing balik lagi ke AS. Saat ini ekonomi AS mulai ada pemulihan jadi ada kekhawatiran. Kalau perspektif investor asing kan, year to date indeks saham Indonesia naik sekitar 15 persen tetapi nilai tukar rupiahnya melemah jadi secara keuntungan berkurang," kata Siswa.
Menurut Siswa, ekonomi Indonesia sejak zaman Soeharto telah memberlakukan mekanisme pasar. Sehingga kebijakan ekonomi yang diusung oleh kedua capres yaitu Prabowo Subianto dan Joko Widodo tidak akan jauh berbeda. (Ahm/Igw)