Liputan6.com, Jakarta- Bank Indonesia (BI) mengaku kompetisi dua pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa serta Joko Widodo-Jusuf Kalla menuju kursi Presiden dan Wakil Presiden menjadi salah satu pemicu ambruknya nilai tukar rupiah. Ini disebabkan karena kekhawatiran investor terhadap pemilihan presiden (pilpres) 9 Juli mendatang.
"Faktor suasana pemilihan presiden yang berpengaruh ke rasa khawatir pemodal terhadap persaingan di pilpres. Kita meyakini semua baik, tapi ada pemodal yang khawatir dengan kompetisi yang ketat ini," tutur dia di Jakarta, Rabu (2/7/2014).
Lebih jauh kata Agus, BI selalu ada di pasar spot namun tak mematok target nilai tukar rupiah pada level tertentu. Hal ini dilakukan sesuai mandat dan tanggung jawab lembaga independen itu untuk menjaga volatilitas rupiah agar bergerak secara halus.
Dia mengaku, volatilitas kurs rupiah tahun ini tak separah kondisi di 2013. Sebab nilai tukar rupiah sempat menembus level Rp 12 ribu per dolar AS.
"Kondisi yang kita perlu terus jaga adalah inflasi dan menyehatkan transaksi berjalan. Serta melakukan pendalaman pasar keuangan yang juga menjadi perhatian. Kalau ketiganya menunjukkan kondisi membaik, kurs akan terpengaruh," tuturnya.
BI, sambung dia, secara teratur mengikuti pergerakan kurs agar rupiah bergerak sesuai fundamental ekonomi, selain meyakini inflasi akan bergerak di level 4 persen plus minus 1 persen.
"Pemerintah dan BI sudah sepakat menetapkan target inflasi di 2018 sebesar 3,5 persen plus minus 1 persen. Dalam hal ini, kita meningkatkan koordinasi dengan pemerintah supaya bisa meraih inflasi yang sesuai ekonomi Indonesia," tandas Agus. (Fik/Ndw)
Energi & Tambang