Selain Lahan, Para Capres Juga Harus Perhatikan Dua Hal Ini

Selain penambahan lahan, ada hal lain yang yang juga penting dan patut menjadi perhatian para kandidat capres dan cawapres.

oleh Septian Deny diperbarui 03 Jul 2014, 12:28 WIB
(Liputan6 TV)

Liputan6.com, Jakarta - Guna meningkatkan produksi pangan nasional, masing-masing kandidat calon presiden (capres) yang maju dalam pemilihan presiden (pilpres) pada tahun ini, yaitu Prabowo Subianto dan Joko Widodo telah memaparkan visi misi mereka dalam bidang petanian, salah satunya yaitu soal penambahan lahan pertanian baru.

Pengamat Pertanian Hermanto Siregar mengatakan, selain penambahan lahan, ada hal lain yang yang juga penting dan patut menjadi perhatian para kandidat jika terpilih menjadi presiden nantinya yaitu soal ketersediaan pupuk yang berkualitas dan harga yang terjangkau bagi para petani.

Untuk itu menurut dia, para kandidat juga perlu menyusun anggaran yang tepat untuk subsidi pupuk ini. Bahkan subsidi BBM yang selama ini menjadi beban keuangan negara bisa dialihkan ke subsidi tersebut.

"Sekarang yang ada subsidi BBM itu habis dibakar habis hanya jadi asap. Sedangkan subsidi pupuk itu bisa digunakan untuk tanaman dan memberikan multiplier efek besar. Itu harus ada dan dibutuhkan petani," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Kamis (3/7/2014).

Hermanto mengungkapkan, selain pupuk, yang perlu diperhatikan oleh para kandidat ini juga soal penyediaan benih unggul agar produksi pertanian bisa maksimal. Selama ini, masih ada petani yang menggunakan benih palsu akibat mahalnya harga benih unggulan.

"Yang paling utama juga soal benih, supaya petani menggunakan benih yang berkualitas. Bukan benih yang palsu. Jadi jika diimbangi dengan pemupukan yang baik, makak cocok untuk tanamannya," kata dia.

Hermanto juga mengingatkan presiden mendatang untuk fokus pada program sektor pertanian yang telah disusun. Pasalnya, dia khawatir pemerintahan mendatang hanya mempunyai waktu sekitar 3 tahun untuk merealisasikan program-programnya tersebut.

"Misalnya, program untuk 2015 sebenarnya kan sudah disusun pada 2014. Kalau salah satunya jadi presiden, pada tahun pertama yang dijalankan adalah program disusun pemerintahan sebelumnya. Program dia baru jalan pada 2016. Berarti hanya sisa 4 tahun. Belum lagi pada satu tahun akhir jabatan harus sibuk dengan kampanye lagi, jadi efektif hanya 3 tahun," tandas dia. (Dny/Nrm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya