Liputan6.com, Jakarta - Mungkin kita pernah melihat penjual uang receh yang ramai di sekitar kawasan Kota Tua, Jakarta. Inang, begitulah panggilan akrab dari profesi ini. Mereka rela bergelut dengan teriknya matahari dan dinginnya hujan demi mendapat segepok atau dua gepok uang receh setiap puasa dan Lebaran.
Sejumlah Inang, baik laki-laki maupun perempuan begitu asik mengantre penukaran uang di lapangan IRTI Monas, Jakarta Pusat. Dengan logat bataknya yang kental, para Inang ini bercengkerama satu sama lain menunggu giliran. Ya, kebanyakan para Inang ini berasal dari Medan, Sumatera Utara.
Mereka telah menyiapkan lembaran uang Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu dengan jumlah mencapai jutaan rupiah. Inang ini berharap bisa memperoleh tumpukan uang pecahan Rp 20 ribu, Rp 10 ribu, Rp 5 ribu dan Rp 2 ribu sebanyak-banyaknya untuk bisa dijual kembali.
Profesi tersebut sudah puluhan tahun dilakoni Inang wanita satu ini. Sayangnya dia enggan membuka identitas termasuk namanya saat diwawancarai Liputan6.com.
Menurut wanita paruh baya ini, dia rutin menjajakan uang receh pada saat puasa dan Lebaran. Bahkan kegiatan itu menjadi mata pencaharian bagi dirinya karena keterbatasan keahlian dan pendidikan yang rendah.
"Cuma bisanya jual uang, ya sudah. Keahlian nggak punya, apalagi pendidikan. Makanya saya jadikan ini profesi sudah puluhan tahun lamanya," ucapnya.
Lebih jauh dia mengakui, terjun sebagai Inang karena tertarik dengan cerita saudaranya yang juga orang Batak. "Memang Inang ini kebanyakan dari Batak. Lagipula kerjaannya santai kayak penjual begitu nggak terikat waktu," paparnya.
Selain Lebaran, ternyata dia menjual uang receh pada hari-hari biasa. Peminatnya adalah pengusaha toko untuk keperluan uang kembalian. Dirinya mengatakan, memperoleh stok uang receh dari mobil-mobil BI keliling yang ada di pasar.
"Nah sejak kemarin sampai sekarang saya sudah tiga kali mengantre. Total yang ditukar Rp 3,7 juta kali tiga kali saja. Tapi kan langsung saya jual, terus tukar lagi begitu seterusnya," paparnya.
Sementara Inang Nita (55) asal Medan merupakan pendatang baru di bisnis ini. Dia menyebut baru tiga tahun melakoni profesi sebagai Inang yang kerap menjajakan uang receh di daerah Kota, Jakarta.
"Saya ikut-ikut teman saja. Di ajak dan karena ada kebutuhan hidup mendesak, saya mau. Daripada nggak kerja," ujar Nita.
Kedua Inang tersebut menuturkan, permintaan masyarakat terhadap uang receh semakin meningkat setiap tahun. Namun bukan berarti, mereka memanfaatkan tingginya kebutuhan dengan mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.
Nita bahkan menepis tudingan masyarakat yang menyebut bahwa Inang selalu mengambil keuntungan Rp 30 ribu-Rp 40 ribu per gepok uang.
"Nggak mungkin segitu, mana ada yang mau beli. Paling nggak lebih dari Rp 10 ribu karena kita konsepnya tawar menawar. Tapi memang saat Lebaran nanti harganya jadi lebih mahal," papar Nita.
Jika sedang ramai, dia menyatakan, pihaknya bisa mengantongi pendapatan hingga jutaan rupiah. "Ya itukan setahun sekali, karena saya jualnya memang kalau mau Lebaran saja. Yang untung banyak itu, yang juga modal banyak, sedangkan kita modal pas-pasan," tandas Nita. (Fik/Ahm)
Advertisement