Kronologi Pilpres di Hong Kong Ricuh Versi Migrant Care

Soal disiplin, Syaiful mengatakan aparat Hong Kong tak bisa ditawar, apalagi di situ ada polisi Hong Kong juga yang berjaga.

oleh Rinaldo diperbarui 07 Jul 2014, 18:05 WIB
Antrean pemungutan suara WNI di Hong Kong (Migrant Care)

Liputan6.com, Jakarta - Akibat tidak dapat menggunakan hak suaranya pada saat Pilpres 2014, ratusan WNI yang umumnya buruh migran memprotes petugas Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Hong Kong. Bahkan mereka menjebol penutupan pagar antrean. Meski demikian, para buruh tetap tak bisa menggunakan hak pilihnya.

Lembaga perlindungan buruh Migrant Care menyatakan sudah menduga akan terjadinya kericuhan tersebut. Seperti dituturkan Koordinator Desk Pemilu Migrant Care Syaiful Anas, tanda-tanda bahwa pencoblosan akan berakhir tak baik sudah ada ketika pintu tempat pemungutan suara baru dibuka.

"Ketika TPS dibuka pukul 9 pagi waktu Hong Kong, para pemilih sudah antre, bahkan ada yang datang dari jam 7. Dari antrean yang mengular itu kemudian satu per satu masuk ke pintu menuju ke TPS," ujar Syaiful dari Hong Kong saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Senin (7/7/2014).

Bagi pemilih yang mendapat undangan, dia bisa mencoblos dengan segera meski tetap akan diperiksa berdasarkan barcode yang dikeluarkan oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).

Tapi, bagi mereka yang belum dapat undangan, harus mengisi form validasi. Di situ ada nama, ID, alamat dan data lainnya. Setelah memasuki area TPS, mereka masih didata dan dicocokkan lagi.

"Jadi, meski sudah ada ID, mereka tetap dicocokkan lagi, ini yang memakan waktu lama sehingga antrean tambah panjang, padahal TPS siang itu masih kosong karena hanya yang membawa undangan yang bisa langsung memilih," ujarnya.

Pingsan

Makin siang cuaca semakin panas, namun sekitar jam 10 turun hujan deras, sekitar kurang lebih 20 menit hujannya, kemudian reda, panas lagi.

"Antrean makin siang makin panjang, sekitar jam 1 sudah banyak teman-teman yang antre pingsan. Saya hitung ada 10 orang yang pingsan dan mereka tengah berpuasa," jelas Syaiful.

Kendati sudah ada yang pingsan, menurut Syaiful, tak ada keinginan dari PPLN untuk mempercepat pelayanan, meski pihaknya mengaku sudah mengantisipasi bakal membludaknya jumlah pemilih.

"Jam 3 siang kita melihat antrean tetap panjang, kelihatan dari PPLN agak bingung dan gusar. Dengan pengeras suara mereka meminta segera masuk, sayangnya PPLN tak segera membuka pintu lagi. Ketika sudah pukul 4 sore, teman-teman sudah berteriak meminta dibukakan pintu dari sebelah kanan agar antrean tidak terlalu panjang," ceritanya.

Anggota PPLN kemudian membuka pintu sebelah kanan sehingga antrean sudah sedikit terurai. Tapi, ketika mereka masuk ke ring 1, waktu yang dibutuhkan makin lama lagi karena ada pengecekan, jadi terjadi antrean di dalam.

"Pelayanan memang mulai longgar, tapi waktunya sudah mepet, termasuk saya memilih masuk kurang 10 menit dari jam 5 sore, saya tidak dapat undangan, nama saya ditulis manual," jelas Syaiful.

Kehilangan Hak Suara

Pukul 17.00 TPS ditutup. Soal disiplin, Syaiful mengatakan aparat Hong Kong tak bisa ditawar. Apalagi di situ ada polisi Hong Kong juga yang berjaga. Sementara itu masih ada buruh yang antre tapi belum bisa memilih.

"Mereka kemudian mengizinkan masuk lagi, tapi karena waktunya sedikit dan berebut, ini mengundang TKI lain yang tidak antre ikut berebut masuk dan menunjukkan undangan. Tetapi sekitar 5 menit ditutup lagi dan tak bisa memilih lagi," urainya.

Dari situ, Syaiful melihat ada sekitar 500 sampai 1.000 pemilih yang menuntut bisa mencoblos. Sayang Ketua PPLN tidak merespons dan tidak memberikan solusi bagi mereka.

"Ketua Bawaslu Pak Muhammad dan Komisioner KPU Sigit yang masih ada di situ menjadi sasaran kemarahan para pemilih yang gagal mencoblos," jelasnya.

Syaiful membantah keterangan dari pihak PPLN yang mengatakan TKI yang demo sebagian adalah mereka yang sudah mencoblos. Hal itu terbukti dari jarinya yang sudah bertinta.

"Kebetulan saya ada di situ. Bukan yang sudah memilih terus bergabung. Mereka yang belum memilih kan minggir dan berteduh karena cuaca panas. Ketika mereka dengar pintu akan ditutup, mereka berlari dan protes. Saya kira tidak benar bahwa mereka adalah yang telah mencoblos," pungkas Syaiful yang mengaku akan menunggu penghitungan suara di KJRI Hong Kong sebelum kembali ke Tanah Air. (Sss)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya