Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Penerbangan Universitas Gadjah Mada Arista Admadjati mengatakan pemerintah harus melindungi maskapai nasional agar bisa bertahan saat dibukanya era penerbangan bebas (open sky) pada 2015.
Arista menjelaskan, perlindungan tersebut adalah berupa perangkat regulasi yang bisa memproteksi maskapai tanah air.
Perlindungan bagi industri penerbangan nasional dinilai penting, terutama bagi yang tidak bermodal besar. Hal itu dikarenakan, Indonesia merupakan pasar yang empuk untuk penerbangan asing.
"Ya nggak menang, masalahnya market-nya empuk," kata dia, saat dihubungi Liputan6.com, di Jakarta, Rabu (9/7/2014).
Dia mencontohkan kebijakan tersebut seperti yang pernah dilakukan Myanmar yakni menolak sambungan dari salah penerbangan asing. Karena, waktu itu Myanmar belum merasa perlu. Hal sama juga terjadi ketika Kanada mendapat tawaran dari Emirates.
"Karena di posisi empuk, harus terikat perjanjian melindungi kepentingan sendiri," paparnya.
Untuk membuat kebijakan memang memungkinkan. Namun menurut dia, hal tersebut berat mengingat perkembangan penerbangan nasional tertekan keadaan fundamental perekonomian nasional yang belum stabil.
"Memang kondisinya tidak menguntungkan, rupiah melemah, harga avtur. Mesti harus cerdas. Misalnya bebas dari Singapore Airlines. Mereka kuat semua," tutup dia. (Amd/Nrm)
Advertisement