Pakar Matematika: SMRC-Indikator Diduga Ubah Data Quick Count

Pakar Matematika Tras Rustamaji melihat ada kejanggalan dari hasil quick count yang dilakukan SMRC dan Indikator Politik.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 16 Jul 2014, 16:11 WIB
Jokowi dan Prabowo saat Pilkada DKI Jakarta 2012 (Antara/Yudhi Mahatma)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Matematika Tras Rustamaji melihat ada kejanggalan dari hasil quick count atau hitung cepat yang dilakukan lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) serta Indikator Politik. Kejanggalan tampak dari kurva stabilitas yang berubah drastis pada pukul 13.00 WIB.

"Awalnya Jokowi unggul karena 6 TPS masuk memenangkan Jokowi tapi makin lama menurun dan bersinggungan. Jam 13.05 Prabowo 52,94 persen dan Jokowi 47,06 persen, saya hampir nyatakan Prabowo pemenangnya karena grafik mulai lurus dan tingkat margin kecil," kata Rustamaji di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Rabu (16/7/2014).

"Ini kejanggalan yang sangat terang dan nyata. Ini bisa terjadi apabila data dikumpulkan awal diganti dengan yang baru," tambahnya.

Rustamaji mengaku sebagai seorang yang independen yang melihat kejanggalan saat proses hitung cepat. Ia sehari-hari bekerja sebagai Kepala Sekolah di Madrasah Aliyah Teknonaturah di Depok dan juga juara matematika saat Olimpiade Jerman.

Rustamaji mengira, SMRC sebagai lembaga yang paling kredibel karena jumlah sampel mencapai 4 ribu. Namun, setelah diteliti, SMRC memainkan data sehingga kurva kestabilan berubah total. Kurva tersebut dapat dilihat di web resmi SMRC tapi web itu sudah ditutup.

"Prabowo-Hatta 47,3 persen dan Jokowi-JK 52,7 persen dalam 14 menit dengan tambahan 3,87 persen. Pertanyaannya mungkinkah terjadi? Bisa saja, tapi syaratnya tak mungkin terjadi," jelasnya.

Selain SMRC, lanjut Rustamaji, lembaga survei Indikator juga menampilkan kurva kestabilan yang serupa, lengkap pula dengan kejanggalannya. Untuk kurva kestabilan Indikator masih bisa diakses di Komunigrafik.com/Indikator-pilpres2014/stabilitas.php.

"Pola ini juga diikuti oleh Indikator. Prabowo saat suara masuk 17 persen (340 TPS)  itu 58,08 persen. Lalu dalam 1 kali update data 360 TPS 54,06 untuk Prabowo-Hatta dan Jokowi jadi 45,94 persen. Itu sekitar jam 1 sekian. Artinya suara Prabowo dikurangi 14 persen dan Jokowi penambahan suara 11 persen," paparnya.

Meski demikian, Rustamaji tak mau menuding bahwa 6 lembaga survei, selain SMRC dan Indikator, juga melakukan perubahan data. Ia menuturkan bila kurva kestabilan menunjukkan kejanggalan yang sama, maka patut dicurigai pula kredibilitas 6 lembaga survei lainnya.

"Ini dugaan saya, kalau kurva stabilitas hasilnya sama, tapi ada perbedaan karena sampelnya beda. Tapi polanya sama, jam 1 Prabowo perolehan suaranya drop dan itu bisa diambil kalau sampelnya sama," tandas Rustamaji.

Penjelasan SMRC dan Indikator...


Penjelasan SMRC dan Indikator

Pakar Matematika Tras Rustamaji melihat ada kejanggalan dari hasil quick count yang dilakukan SMRC dan Indikator Politik.

Penjelasan SMRC dan Indikator

Direktur Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi usai mengikuti audit lembaga survei di Hotel Sari Pan Pacific, Selasa 15 Juli, mencurigai ada upaya dari pihak-pihak tertentu untuk mendelegitimasi sejumlah lembaga survei yang melakukan quick count.

Upaya legitimasi itu makin terlihat dengan adanya isu memojokkan lembaga-lembaga survei itu. Semisal, kata Burhanuddin, Radio Republik Indonesia (RRI) yang juga melakukan survei sampai dibawa ke Komisi I DPR.

"Ada juga SMRC disibukkan dengan kesalahan algoritma dalam stabilitas data. Ada yang memata-matai Poltracking sampai malam," tutur Burhanuddin.

Direktur Riset SMRC Djayadi Hanan yang dikutip Liputan6.com dari website pada 16 Juli 2014 menjelaskan, beberapa saat setelah SMRC mengumumkan hasil hitung cepat, beberapa orang yang mengakses dan menyimak tayangan grafik hitung cepat SMRC mempertanyakan seputar stabilitas suara yang dianggap tidak konsisten alias mengalami perubahan pola.

"Informasi seputar inkonsistensi grafik SMRC itu pun menyebar dengan cepat dan dibumbui berbagai macam penjelasan yang intinya ingin mendelegitimasi cara kerja dan metodologi hitung cepat SMRC," kata dia.

Karena itu, SMRC mengeluarkan makalah panjang yang intinya, masalah grafik stabilitas dalam hitung cepat SMRC disebabkan oleh kesalahan dari sisi algoritma dan pemrograman IT, bukan karena intervensi manual.

"Yang paling penting, masalah grafik stabilitas tersebut sama sekali tidak berpengaruh terhadap proses penghitungan total perolehan suara calon maupun penghitungan statistik-statistik lainnya. Hal ini dikarenakan grafik stabilitas dibuat melalui proses yang terpisah dari penghitungan statistik yang lain," terangnya. (Yus)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya