Kemendag Kesulitan Tekan Impor Pakaian Bekas

Dalam UU Perlindungan Konsumen memperbolehkan barang-barang bekas seperti pakaian untuk diperjualbelikan.

oleh Septian Deny diperbarui 18 Jul 2014, 18:32 WIB
(Fotografer: M Taufan SP Bustan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengaku tidak dapat berbuat hanyak untuk mengurangi impor pakaian bekas yang masuk ke Indonesia. Pasalnya, dalam Undang-undang (UU) Perlindungan Konsumen memperbolehkan barang-barang bekas seperti pakaian untuk diperjualbelikan.

Direktur Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kemendag Widodo mengatakan sebenarnya dalam peraturan menyatakan bahwa tidak diperbolehkan untuk melakukan importasi barang-barang bekas. Namun jika barang tersebut sudah sampai ke pasaran, maka sulit untuk dilakukan penindakan.

"Ini yang menjadi permasalahan dalam peraturan perundang-undangan karena ketentuan untuk impor itu melarang barang bekas diimpor, tetapi UU Perlindungan Konsumen dalam pasal 8 ayat 3 menyatakan bahwa pelaku usaha boleh memperdagangkan barang bekas, cacat asal diberitahukan kepada konsumen," ujarnya di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2014).

Menurut Widodo, produk-produk bekas yang dilarang untuk diperdagangkan hanyalah produk pangan dan farmasi. Sedangkan produk lainnya diperbolehkan.

"Untuk pangan dan farmasi itu masih ada ketentuannya kalau bekas dan rusak tidak boleh dijual. Tapi kalau non-pangan seperti tv, handphone, pakaian yang bekas itu boleh diperdagangkan," katanya.

Selain itu, lanjut Widodo, produk seperti pakaian bekas ini bila sudah sampai ke pasaran akan sulit dibuktikan apakah merupakan produk impor atau dari dalam negeri.

"Produk yang sudah ada dipasar sulit untuk dibuktikan kalau itu impor. Penyelundupnya sulit kami buktikan. Kalau larangannya berlaku untuk semua barang bekas baik impor maupun lokal, maka pedagang barang bekas lokal ini akan kena juga," lanjutnya.

Widodo menegaskan, cara yang paling efektif untuk mengurangi impor pakaian bekas yang masuk ke Indonesia yaitu dengan melakukan pengawasan pada jalur masuknya seperti di pelabuhan atau bandara.

"Ini harusnya UU Kepabeanan yang harus menangani ini. Harusnya bisa dijerat pakai UU itu. Makanya untuk mengatasi lonjakan impor pakaian bekas itu dengan pengawasan di pelabuhan harus ketat," terangnya.

Selain itu, juga perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak membeli pakain bekas yang tidak terjamin kebersihannya.

"Kemudian kami sosialisasikan juga kepada konsumen agar tidak membeli pakaian bekas karena mengandung banyak penyakit. Karena kami juga tidak punya laboratorium untuk menguji kebersihan dari pakaian-pakaian bekas itu," tandas Widodo. (Dny/Ndw)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya