Liputan6.com, Jakarta - Menghabiskan masa kecil, kehidupan Jusuf Kalla tak jauh beda dengan kehidupan anak-anak kecil lain yang seumuran dengannya. Belajar di sekolah dasar, bermain, dan belajar mengaji dari sang ibu. Sesekali laki-laki kelahiran 15 Mei 1942 di Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan itu membantu ayahnya berdagang di sebuah kios di Pasar Bajoe.
Secara keseluruhan kehidupan anak sulung dari pasangan H Kalla dan Athirah ini terbilang tak banyak mengalami kesulitan. Ayahnya seorang pedagang sukses dan terkenal. Pada 1952, Jusuf Kalla yang karib disapa JK dan keluarganya pindah ke Kota Makassar dan mendirikan perusahaan dagang bernama NV Hadji Kalla Trading Company.
Kehidupan yang serba ada tak lantas membuat JK hidup santai dan bermewah-mewahan. Sejak duduk di bangku SMA, dia sudah aktif berorganisasi. Aktivitas organisasi ini terus dilakukan selama kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar pada 1960-1967.
Ia memimpin Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), dan Dewan Mahasiswa.
Kendati menjadi aktivis, JK juga sempat menjadi asisten dosen dan menjadi juru tulis kuliah mantan Wakil Presiden Muhammad Hatta atau Bung Hatta di kampusnya, Universitas Hasanuddin Makassar. JK juga sibuk berbisnis.
Lulus kuliah, JK fokus berbisnis menjadi CEO NV Hadji Kalla. Dari bisnis bengkel sederhana, ia berani mengambil keputusan untuk mengimpor mobil Toyota pertama Indonesia, yang dipeloporinya dari Makassar.
Di bawah kepemimpinan JK, perusahaan berkembang kian pesat hingga meluas ke bidang perhotelan, konstruksi, penjualan, kendaraan, kelapa sawit, perkapalan, real estate, transportasi, dan banyak sektor lainnya.
Pada 1977, JK melanjutkan kuliah di the European Institute of Business Administration Fountainebleu, Prancis.
Suami Mufidah ini mulai memasuki dunia politik dengan menjadi kader Partai Golkar. Di sini karir politiknya moncer. Menjadi orang penting di Golkar, mengantarkan JK mendapat sejumlah posisi penting di pemerintahan. Pada 1988, JK menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI).
Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, 1999-2001, JK pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan merangkap Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog).
Lalu, pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri, 2001-2004, JK menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat atau Menko Kesra. JK kemudian mengundurkan diri untuk mengikuti Pemilihan Presiden 2004. Pada tahun ini juga JK diangkat sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Berpasangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono, pada Oktober 2004, JK memenangi Pilpres 2004 sehingga mengantarkan SBY sebagai Presiden ke-6 RI dan JK sebagai Wakil Presiden ke-10 RI. SBY-JK merupakan pasangan presiden dan wakil presiden yang pertama dipilih langsung oleh rakyat.
Selama duduk di pemerintahan, bapak 5 anak ini --Muchlisa Jusuf, Muswirah Jusuf, Imelda Jusuf, Solichin Jusuf, dan Chaerani Jusuf-- berhasil meredakan dan menyelesaikan konflik antara komunitas Kristen dengan Muslim di Poso, Sulawesi Tengah melalui pertemuan Malino I dan konflik Kristen-Muslim di Ambon, Maluku pada pertemuan Malino II.
Pengalaman ini kemudian diterapkan dalam menangani konflik di Daerah Istimewa Aceh setelah provinsi paling Barat Indonesia ini dihempas gelombang raksasa tsunami pada 2004. Melalui perundingan Helsinki, tercapai perdamaian di Serambi Mekah.
Itu semua tak terlepas dari peran JK. Nama Daerah Istimewa Aceh kemudian berubah menjadi Nanggroe Aceh Darussalam. Kini Tanah Rencong ini bernama Aceh.
Selama ini, JK dikenal tangkas, tak terlalu dipusingkan dengan kritik. Dalam buku 'Mereka Bicara JK', mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah A Syafii Maarif mengatakan, "Dialah yang banyak berbuat untuk bangsa ini. Perdamaian Aceh, Ambon, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah ide JK. Walaupun dikritik banyak orang, tapi JK tahu bahwa rakyat membutuhkan itu."
Pada Pilpres 2009, JK berpasangan dengan Wiranto sebagai capres dan cawapres. Namun upaya JK yang dijuluki 'The Real President' itu gagal menduduki kursi RI-1.
Meski tak lagi mengemban jabatan politik, JK masih tetap dipadati kesibukan. Sebelum menerima pinangan capres Joko Widodo atau Jokowi sebagai calon wakil presidennya dalam Pilpres 2014, JK tercatat sebagai Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) dan Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI).
Advertisement
Padahal usianya tak lagi muda. Sudah 72 tahun. Cucunya sudah 9 orang. Namun JK tetap tangkas dan cekatan.
"Lebih cepat lebih baik," menjadi tagline populer yang kerap diucapkan JK dan menjadi prinsip dalam bekerja.
Kini, dengan memperoleh suara yang lebih tinggi dari pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam Pilpres 2014, JK mendampingi Jokowi mengemban tugas sebagai Wakil Presiden ke-12 Republik Indonesia.
Ini merupakan rekor bagi JK sang juru tulis Bung Hatta. Tercatat sebagai Wapres untuk kedua kalinya. Pada tahun 2004 dan 2014. (Sss)