Kronologi Penangkapan Hotasi Nababan: Diciduk di Bandara Soetta

Keluarga Hotasi mengharapkan kasus penegakan hukum dapat dilakukan baik, jujur dan adil.

oleh Agustina Melani diperbarui 23 Jul 2014, 15:45 WIB
Hotasi Nababan (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Siapa menyangka pulang liburan sekolah anak-anak, mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Hotasi Nababan ditangkap oleh pihak kejaksaan di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Banten. Ketika itu dia bersama keluarga baru saja mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dari liburan di Bali.

Penangkapan mantan direktur PT Merpati Nusantara Airlines ini terkait keputusan Majelis Hakim Tingkat Kasasi Mahkamah Agung (MA) soal vonis empat tahun dan denda Rp 200 juta pada Mei 2014. Keputusan itu berdasarkan atas keputusan majelis hakim tingkat kasasi MA yang dipimpim Artijo Alkotsar.

Padahal majelis hakim Tipikor Jakarta telah memvonis bebas Hotasi Nababan pada Februari 2013. Selain Hotasi, general manager pengadaan pesawat PT Merpati Nusantara Airlines saat itu Tony Sudjiarto juga divonis bebas.

Lalu bagaimana kronologi yang menimpa Hotasi Nababan terkait kasus dugaan korupsi sewa pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500?


Keputusan Bebas Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta

Keputusan Bebas Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta

Hotasi Nababan mencetak sejarah dalam pengadilan tindak pidana korupsi. Majelis hakim yang diketuai Pangeran Napitupulu dengan anggota Hendra Yospin dan Alexander Marwata memutuskan membebaskan mantan Direktur utama PT Merpati Nusantara Airlines dari seluruh dakwaan korupsi sewa pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 pada 19 Februari 2013.

Pengadilan tipikor yang dibentuk sejak 2005 selalu menyidangkan perkara yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun sejak lahirnya UU Pengadilan Tipikor pada 2009, perkara yang ditangani kejaksaan, dan kepolisian juga ditangani Pengadilan Tipikor. Sudah lebih dari 200 terdakwa diadili di pengadilan Tipikor.

Ada sejumlah pejabat negara mulai dari mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh, sejumlah mantan komisioner KPU hingga politisi Demokrat Angelina Sondakh sudah merasakan hakim pengadilan khusus ini.

Kasus dugaan korupsi sewa pesawat ini berawal pada 2006. Ketika itu, PT Merpati Nusantara Airlines menyewa dua unit pesawat Boeing 737-500 dan 737-500 dari perusahaan broker di Amerika Serikat (AS), Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG).

Lalu perseroan memberikan security deposit ke TALG sebesar US$ 500 ribu setiap pesawat tetapi sampai batas yang ditentukan kedua pesawat Boeing itu tidak kunjung tiba. Padahal sesuai perjanjian satu unit pesawat tiba pada 5 Januari 2007, dan disusul pada 20 Maret 2007.

Akibat penyewaan pesawat ini, mantan direktur utama PT Merpati Nusantara Airlines dan General Manager PT Merpati Nusantara Airlines Tony Sudjiarto dijadikan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Hotasi didakwa melanggar pasal 2 ayat (1) Undang-undang (UU) pemberantasan tindak pidana korupsi dalam dakwaan primer dan pasal 3 UU pemberantasan tindak pidana korupsi dalam dakwaan subsidernya.

Jaksa Penuntut Hukum pun menuntut hakim agar menjatuhkan hukuman empat tahun penjara kepada Hotasi. Tak hanya itu saja, Hotasi pun dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kunjungan penjara.


Keputusan Bersalah dari Mahkamah Agung

Mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan terkejut ketika mendengar kabar kasasi MA soal vonis 4 tahun dan denda.

Keputusan Bersalah dari Mahkamah Agung

Namun sayang keputusan bebas dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi hanya dihirup sementara saja. Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan bebas  yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta.

Majelis hakim tingkat kasasi MA yang dipimpin oleh Artijo Alkotsar ini memutuskan Hotasi vonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta pada Mei 2014.

Hotasi mengaku kaget, bingung dan sedih atas vonis bersalah oleh MA itu. "Saya dan keluarga sangat kaget, bingung dan sedih mendengar kabar majelis hakim tingkat kasasi MA yang dipimpin Artijo Alkostar," ujar Hotasi.

Menurut Hotasi, dasar keputusan majelis hakim tingkat kasasi MA tersebut sama persis dengan isi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menurut pasal 2 UU Nomor 31/1999 jo 20/2001. Ia mengatakan, majelis hakim tidak mengindahkan seluruh fakta yang terungkap di persidangan.

Menanggapi keputusan MA itu, pria lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) berencana melakukan peninjauan kembali (PK) terkait MA membatalkan putusan bebas yang dijatuhkan pengadilan Tipikor Jakarta.

"Saya akan melakukan upaya hukum yaitu peninjauan kembali, dan ajukan bukti baru," ujar Hotasi, saat dihubungi Liputan6.com.


Eksekusi Penangkapan

Hotasi Nababan (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Eksekusi Penangkapan

Satuan Khusus Kejaksaan Agung menangkap Hotasi di terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Banten pada Selasa 22 Juli 2014 sekitar pukul 19.19 WIB.

Istri Hotasi Nababan, Eveline Hutapea mengaku keluarga terkejut dengan penangkapan tersebut. Keluarganya baru tiba dari Bali usai liburan sekolah anak-anak selama tiga hari. Ketika baru mendarat di Bandara Soekarno Hatta, dan sedang mengambil bagasi, Hotasi dipanggil oleh sejumlah orang dari kejaksaan sekitar pukul 19.19 WIB di depan keluarganya yang saat itu ada istri dan kedua putranya masing-masing berusia 5 tahun dan 14 tahun.

"Kami kaget, dan tidak menyangka ada penangkapan. Kami juga belum menerima surat salinan keputusan MA," ujar Eveline, saat dihubungi Liputan6.com.

Ia menuturkan, putranya berusia lima tahun pun sangat sedih ketika Hotasi tidak pulang bersama keluarganya usai liburan sekolah. Putranya yang duduk di bangku sekolah dasar itu menanyakan keberadaan ayahnya."Putra bungsu kami sangat dekat dengan ayahnya. Jadi ketika tidak pulang bersamanya, saya bilang kalau bapaknya ada urusan di Bandung," tutur Eveline.

Eveline mengatakan, saat ini Hotasi dikarantina di LP Sukamiskin, Bandung. Ia mengharapkan suaminya dalam kondisi baik-baik saja. Ia berencana dapat mengunjungi Hotasi pada Senin pekan depan. "Saya belum tahu keadaannya terbaru lagi tetapi semoga baik-baik saja," kata Eveline.

Eveline pun menuturkan, pihaknya akan melakukan upaya hukum untuk mengatasi kasus yang menimpa suaminya. Ia meminta doa agar kasus hukum yang menimpa suaminya dapat cepat selesai.

Eveline juga mengharapkan terhadap pemerintahan baru yaitu Joko Widodo yang baru saja memenangkan suara hasil pemilihan Presiden untuk dapat menegakkan kasus penegakan hukum.

"Kasus penegakan hukum sebaiknya dilakukan dengan baik, jujur dan adil. Kasus pak Hotasi bisa diluruskan. Hal itu agar semua menjadi gamblang," kata Eveline.

Ia mengharapkan, pengadilan juga dapat menegakkan hukum seadil-adilnya. "Paling ke depan, kalau penegakan hukum yang tidak bersalah dibebaskan. Sedangkan yang bersalah diharapkan dapat dihukum dan dinyatakan apa kesalahannya," ujar Eveline. (Ahm/)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya