Ini Harapan Menkeu Terhadap Jokowi Soal BBM

Menteri Keuangan, Chatib Basri menuturkan, kenaikan harga BBM dapat mendorong permintaan energi terbarukan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 23 Jul 2014, 16:30 WIB
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan menyarankan kepada pemerintah baru dapat mengurangi anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM). Salah satunya dengan melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi sebagai langkah reformasi lanjutan demi menyehatkan fiskal Indonesia.

Menteri Keuangan (Menkeu), Chatib Basri memperkirakan negara ini membutuhkan ruang fiskal lebih banyak, berkualitas dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi seperti yang ditargetkan calon presiden dan calon wakil presiden saat masa kampanye.

"Ruang fiskal bisa ada kalau subsidi BBM dikurangi, jadi yang mesti dilakukan pemerintahan sekarang atau ke depan cuma satu, yakni naikkan harga BBM. Jika itu dilakukan, semuanya akan bisa selesai, termasuk kebijakan energi terbarukan," tegas dia di kantornya, Jakarta, Rabu (23/7/2014).

Penyesuaian harga BBM, kata Chatib, dapat meningkatkan permintaan terhadap energi terbarukan. "Permintaan energi terbarukan nggak akan bisa naik kalau harga BBM murah. Siapa yang mau pindah ke gas kalau beda harganya cuma Rp 500 atau Rp 1.000. Belum lagi takut meledak," ujar Chatib.

Dia menilai, kebijakan menaikkan harga BBM subsidi akan mengubah segalanya. Indonesia akan mempunyai ruang fiskal hingga ratusan triliun yang bisa dialokasikan untuk mitigasi akibat penyesuaian harga BBM, cash transfer, infrastruktur dan meningkatkan kualitas reformasi birokrasi.

"Kalau harga BBM dinaikkan, lalu diterapkan subsidi tetap misalnya tinggal Rp 1.000 atau Rp 500, berarti subsidinya tinggal Rp 50 triliun. Anggaran subsidi BBM sekarang Rp 246 triliun, sehingga kita punya sekitar Rp 200 triliun termasuk ruang fiskal," jelas Chatib.

Menurut Chatib, kebijakan menaikkan harga BBM subsidi harus dikoordinasikan antara pemerintah saat ini dan pemerintahan mendatang. Sebab setiap kenaikan harga BBM berakibat pada inflasi yang membuat tekanan ke penduduk miskin. Hal ini tentu tak sesuai dengan tujuan pembangunan ekonomi untuk mensejahterakan rakyat, menciptakan lapangan kerja dan mengurangi angka kemiskinan.

"Setiap kenaikan harga BBM 10 persen, ada inflasi tambahan 1,3-1,5 persen. Kalau naiknya 40 persen, berarti kan tambahannya 4,2 persen. Ini punya dampak ke penduduk miskin, sehingga harus ada mitigasinya. Perlu ada kesepakatan bersama, tapi implikasi paling sedikit dan banyak manfaatnya bagi banyak negara ya cuma naikkan harga BBM," pungkasnya. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya