Jokowi Disarankan Tak Pilih Ketum Partai Sebagai Menterinya

Para menteri yang telah diberikan mandat harus menjalankan tugasnya sebagai pejabat negara tanpa diganggu oleh urusan partai politik.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 26 Jul 2014, 15:44 WIB
Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Populi Center Nico Harjanto ‎menyarankan agar presiden terpilih Joko Widodo, tak memilih ketua umum (ketum) partai politik sebagai anggota kabinet atau menterinya.

Hal itu dianggap perlu agar para menteri yang telah diberikan mandat oleh presiden dapat fokus menjalankan tugasnya sebagai pejabat negara tanpa diganggu urusan partai politik.

"Kalau ketua umum jadi menteri, dia harus memilih, apakah akan tetap jadi ketum saja atau jadi menteri. Karena 2 jabatan itu sangat menyita waktu," ujar ‎Nico dalam sebuah diskusi di Jalan Mahakam Raya, Jakarta Selatan, Sabtu, (26/7/2014).

Yang terpenting menurutnya, orang-orang yang masuk dalam jajaran kabinet Jokowi-JK haruslah mereka yang mempunyai komitmen kuat dan orang yang memberikan waktu cukup banyak dalam menjalankan tugas di kementeriannya.

"Saya kira, Pak Jokowi dan JK sebagai presiden dan wakil presiden terpilih bisa berikan kriterianya seperti apa," ucap Nico.

Ia pun menganggap wajar bila ada ketua partai politik yang mengajukan kadernya untuk masuk dalam kursi kabinet. Terlebih dalam sebuah sistem politik, partai politik  mempunyai fungsi sebagai sarana rekrutmen politik. Yang terpenting menurutnya, jika ada ketua partai politik yang diajukan untuk masuk kabinet, ia harus melepas jabatannya di partai tersebut. ‎

"Salah satu fungsi parpol adalah untuk rekrutmen politik. Kalau ketua umum jadi menteri, dia harus memilih. Dan yang penting lagi adalah tidak kena masalah hukum, bersih, dan juga tidak akan jabat macam-macam. Itu saya rasa sudah dipertimbangkan oleh Pak Jokowi," tandasnya. (Sun)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya