Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Penerbangan Universitas Gadjah Mada (UGM), Arista Admadjati menyatakan prihatin terhadap skema penyelamatan maskapai PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) yang tak kunjung berjalan.
"Saya prihatin. Saya lihat ini (penyelamatan) lama. Pemerintah malah fokus ngurusi yang lain," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, seperti ditulis Jakarta, Kamis (31/7/2014).
Advertisement
Padahal penyelamatan terhadap maskapai tersebut penting karena masih minimnya rute penerbangan di wilayah timur Indonesia. Tak hanya itu, penyelamatan mesti dilakukan agar maskapai dalam negeri siap saat menghadapi penerbangan bebas (open sky) yang bakal berlangsung pada 2015.
Dia menerangkan, jika Merpati tak kunjung diselamatkan maka Indonesia bakal kalah saing dengan penerbangan asing. Arista melihat, potensi masuknya maskapai asing menguasai penerbangan dalam negeri sangat besar. Hal itu terlihat dari banyaknya maskapai swasta yang beroperasi di Indonesia.
"ASEAN open sky maskapai plat merah harus diperkuat. Swasta bahaya, karena gampang sekali dibeli maskapai asing," ujar Arista.
Ia mengungkapkan selama ini pemerintah belum fokus melindungi penerbangan Tanah Air. Itu terlihat dari pekerjaan rumah (PR) pemerintah yang masih banyak belum terselesaikan.
"Padahal PR banyak, ada Merpati, Mandala, Batavia," kata dia.
Untuk diketahui, manajemen Merpati tengah berusaha memperjuangan nasibnya untuk kembali terbang. Salah satunya dengan restrukturisasi hutang yang mencapai Rp 7,9 triliun.
Namun, pemerintah justru memberi tanda-tanda agar maskapai tersebut lebih baik tutup. " Dari staf saya di Kementerian Keuangan mengisyaratkan, anginnya di sana, kenapa tidak ditutup saja, begitu," kata Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. (Amd/Ahm)