Liputan6.com, New York - Hakim Amerika Serikat yang memimpin jalannya perdebatan sengketa pahit Argentina, Thomas Griesa menawarkan negara tersebut untuk menggelar negosiasi baru dan mengakhiri ketidakpercayaan para kreditor. Pasalnya, saat ini Argentina tengah bergelut melunasi sejumlah hedge fund yang gagal dibayarnya.
Mengutip laman AFP, Sabtu (2/8/2014), meski telah bernegosiasi setengah mati, pemerintah Argentina tetap belum menemukan jalan keluar. Terlebih lagi, pihaknya telah dilarang melakukan pembayaran pada kreditor lain yang telah sepakat untuk mengambil 70 persen write-down setelah Argentina mengalami krisis ekonomi pada 2001.
Advertisement
Argentina tercatat melewatkan batas pembayaran utang sebesar US$ 539 juta yang jatuh tempo pada Rabu (30/7/2014) setelah gagal mencapai kata sepakat.
Setelah 11 jam bernegosiasi, Argentina gagal memecahkan kebuntuan dengan dua lembaga hedge fund AS yang menolak untuk menerima write down (penghapusbukuan nilai piutang dari laporan keuangan).
Sebelumnya, Griesa telah membatasi Argentina untuk membayar utang terustrukturisasi tanpa membayar kedua lembaga hedge fund secara utuh sebesar US$ 1,3 miliar. Kini dia meminta pemerintah Argentina dan para pejabat hedge fund AS untuk kembali berdiskusi.
"Mari kita kembali bekerja," kata Griesa pada sidang pertama di New York, setelah Argentina dinyatakan gagal bayar.
Dia menolak permintaan Argentina untuk mengubah mediator yang ditunjuk pengadilan dan meminta pemerintahnya untuk lebih mempercayai persidangan.
Pemerintah Argentina menuduh Griesa dan Daniel Pollack tidak mampu menjadi hakim dan menyebutnya sebagai antek dari dua lembaga hedge fund tersebut yaitu NML Modal dan Aurelius Capital Management.
Pengacara Argentina Jonathan Blackman mengatakan , negaranya tidak percaya pada persidangan yang dipimpin Pollack. "Mari sudahi segala bentuk ketidak percayaan. Yang bisa Anda percaya adalah usulan, rekomendasi. Itulah yang penting," tukas Griesa.
Argentina mengatakan, akan melunasi utangnya pada kedua hedge fund tersebut dengan cara "vulture funds". Cara tersebut dapat meminta dana sebesar US$ 100 miliar dari kreditor yang menerima write down dan Argentina berhak menerima hak serupa yang disebut Rights Upon Future Offers/RUFO.
Pihaknya mengatakan, JP Morgan dan sejumlah bank lain juga pernah bernegosiasi dengan dua hedge fund tersebut dan menyelesaikan perselisihan dengan membeli sebagian atau seluruh obligasinya.
Sayangnya, JP Morgan menolak berkomentar atas pernyataan Argentina.
Sementara itu, kementerian ekonomi Argentina tengah menyerukan penyelidikan lebih lanjut atas kecurigaan adanya manuver pada negara-negara yang gagal bayar.
Para pejabat Argentina membantah negaranya gagal membayar mengingat pembayarannya ke Bank Of New York Mellon justru dibekukan Griesa. "Menghalangi seseorang untuk membayar bukan berarti kami gagal bayar," tegas Presiden Argentina Cristina Kirchner.
Tetapi Griesa menyangkal dan mengatakan, Argentina hanya menawarkan untuk membayar 92 persen kreditor yang setuju untuk menulis write down.
13 tahun silam, Argentina pernah mencatat beban utang besar karena perekonomian domestiknya mengalami gejala resesi dan sektor perbankannya hancur lebur. Krisis itu memuncak pada 2001 hingga akhirnya pemerintah mengumumkan default atau gagal bayar dengan total tanggungan mencapai US$ 132 miliar.
Angka tersebut adalah default terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah ekonomi dunia. Bahkan, saat itu, mata uang peso tergerus tajam terhadap dolar sehingga nyaris tidak memiliki nilai tukar layak.
Lembaga pemeringkat Amerika Serikat (AS) Standard and Poor pun menurunkan peringkat negara dan kredit mata uang asing jangke pendek menjadi "selective default" dari CCC-. Penurunan peringkat itu dipicu dari kegagalan Argentina melakukan pembayaran kupon obligasi yang jatuh tempo pada 2033. (Sis/Nrm)