Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI)/BI Rate menjadi 7,5 persen telah berdampak terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat sebesar 5,12 persen pada kuartal II. Angka ini di bawah perkiraan konsensus sebesar 5,2 persen.
Advertisement
Ekonom PT Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih mengungkapkan, rendahnya pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh kebijakan bank sentral terkait dengan peningkatan suku bunga acuan (BI rate).
"Ini memang perlambatan ekonomi yang disengaja, karena ada kebijakan mengontrol impor. Kan Bank Indonesia (BI) dari 2013 bulan Juni terus menerus menaikkan bunga, sampai 7,5 persen pada November," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, seperti ditulis di Jakarta, Rabu (6/8/2014).
Dia menerangkan, kebijakan menaikkan tingkat suku bunga oleh BI lantas tak langsung saja direspons oleh pasar.
"Efek dari BI rate November biasa direspons 3 bulan kemudian suku bunga kredit, jadi sekarang efeknya berjalan. Jadi ini konsekuensi kebijakan menaikkan suku bunga di akhir November," lanjutnya.
Ia mengatakan, dampak BI baru terasa pada kuartal I, yang mana mampu menekan tingginya angka impor. Sayangnya, pada kuartal II tingkat impor naik lagi karena bertepatan dengan puasa dan Hari Raya Idul Fitri.
"Jadi kuartal I impornya dikendalikan bank sentral untuk perbaikan ekonomi. Kuartal II, tinggi impor puasa lebaran persiapan pabrik mau nambah produksi," kata Lana.
Seperti diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) untuk impor Juni 2014 mencapai US$ 15,72 miliar atau naik 0,54 persen dibanding Juni 2013 senilai US$ 15,64 miliar. Jika dibanding Mei 2014, impor naik 6,44 persen.
Dibandingkan Mei 2013 impor migas turun 8,42 persen dari US$ 3,71 miliar jadi US$ 3,39 miliar. Sektor non migas naik 11,41 persen menjadi US$ 12,33 miliar.
"Impor non migas naik karena ada bulan puasa dan lebaran, seperti tekstil," kata Kepala BPS Suryamin. (Amd/Ahm)