Kubu Jokowi-JK: Saksi Itu Sama Sekali Tak Miliki Pembuktian

Saksi dinilai tidak mengalami dan melihat sendiri, melainkan hanya menerima laporan dari pihak lain.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 08 Agu 2014, 20:17 WIB
Rabu (6/8/14), MK menggelar sidang perdana gugatan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 yang diajukan tim pasangan Prabowo-Hatta. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Tim kuasa hukum pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), Taufik Basari menilai beberapa saksi yang dihadirkan tim Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menguatkan tuduhan pasangan nomor 1 yang menyatakan ada kecurangan dalam pelaksanaan Pilpres 2014.

"Saksi seperti itu sama sekali tidak memiliki nilai pembuktian," kata Taufik saat jeda sholat Magrib sidang kedua Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 di Gedung MK, Jakarta, Jumat (8/8/2014) malam.

Menurut Taufik, saksi yang dihadirkan kubu pasangan nomor urut 1 itu tidak memiliki nilai pembuktian adalah saksi yang tidak mengalami dan melihat sendiri. Melainkan saksi hanya menerima laporan dari pihak lain. Sehingga lanjut dia, hal tersebut tidak menguatkan gugatan.

Dengan melihat pengakuan para saksi tim Prabowo-Hatta tersebut, Taufik menilai ke depan  dalam menghadirkan saksi kubu Jokowi-JKK akan dipilih secara ketat, untuk menyanggah tuduhan saksi Prabowo-Hatta.

"Ya kita akan pilah-pilah juga lah, mana yang kita sanggah, dan yag tidak perlu sama sekali, karena tidak memiliki pembuktian yang kuat," ujarnya.

Para saksi yang dihadirkan tim Prabowo-Hatta kebanyakan memaparkan dugaan kecurangan Pilpres 2014, berdasarkan informasi saja dan tidak mengalaminya sendiri. Salah satunya, saksi Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jepara, dengan nama Bandot.

Menurut Bendot, di daerahnya ada pembagian mi instan dan uang sebesar Rp 50 ribu per orang, agar memilih pasangan nomor 2 yakni Jokowi-Jusuf Kalla. Namun, ketika ditanya hakim, kapan kejadian tersebut terjadi dan lokasinya tempat pembagian uangnya, Bendot tidak mengatahuinya.

"Enggak tau dimananya, saya dapat laporan saja," kata Bendot.

Selain itu, Bandot juga memaparkan ada oknum aparat dan pejabat mengarahkan kepala desa untuk memilih nomor 2. Tapi, lagi-lagi dirinya tidak bisa menjawab ketika ditanya berapa kepala desa yang diarahkan dan lokasi kejadiannya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya