Liputan6.com, Jakarta - Supply Chain Indonesia menilai, pembatasan penjualan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dapat berdampak terhadap efisiensi pengangkutan barang. Selama ini penerapan subsidi BBM membuka potensi penyalahgunaan.
Oleh karena itu, Chairman Supply Chain Indonesia, Setijadi menuturkan, pemerintah semestinya mencabut subsidi BBM. Hasil subsidi BBM itu dialihkan ke program-program yang lebih tepat sasaran dan lebih aman dari risiko penyalahgunaan.
Advertisement
Selain itu, subsidi BBM juga sebaiknya dipakai untuk pembangunan dan pengembangan infrastruktur logistik yang menjadi salah satu masalah utama dalam kelancaran arus barang. Efisiensi yang diperoleh dapat menjadi kompensasi kenaikan harga BBM setelah pencabutan subsidi.
"Pengalihan subsidi BBM untuk pengembangan infrastruktur diharapkan dapat meningkatkan nilai investasi infrastruktur di Indonesia yang saat ini sekitar lima persen menjadi 7,5 persen-10 persen dari produk domestik bruto. Dengan nilai itu, Indonesia baru akan dapat mulai menyamai investasi infrastruktur di India dan China," ujar Setijadi dalam keterangan yang diterbitkan, Minggu (10/8/2014).
Ia mengatakan, peningkatan dana untuk infrastruktur diperlukan untuk memperbaiki kondisi infrastruktur Indonesia. Hal ini tercermin dari peringkat infrastruktur dalam The Global Competitiveness Report 2013-2014 yang dikeluarkan oleh World Economic Forum.
Infrastruktur Indonesia pada peringkat 61 dari 148 negara. Di antara negara ASEAN, peringkat infrastruktur Indonesia di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Brunei Darussalam.
Hasil pengembangan infrastruktur akan dapat mempercepat waktu transportasi dan meningkatkan produktivitas armada yang terkendala infrastruktur.
Sebagai contoh, produktivitas armada antara Cikarang - Pelabuhan Tanjung Priok saat ini sangat rendah. Armada hanya bisa mencapai 14-20 trip per bulan, jadi kurang dari 1 trip per hari. Dengan jarak Cikarang - Pelabuhan Tanjung Priok hanya sekitar 40 km, seharusnya produktivitas armada bisa 2-3 trip/hari.
Pengembangan infrastruktur harus dilakukan secara sistematis dan terpadu. Untuk peningkatan produktivitas antara Cikarang - Pelabuhan Tanjung Priok tersebut, misalnya, pengembangan infrastruktur di dalam maupun di luar pelabuhan, pembangunan depo kontainer di Cikarang, dan sebagainya.
Selain itu memang diperlukan pula peningkatan pelayanan kepelabuhanan, misalnya, termasuk mengefektifkan Program 24/7.
"Subsidi BBM juga bisa dialihkan dalam bentuk insentif, misalnya untuk peremajaan armada truk dengan bunga rendah agar sektor transportasi Indonesia lebih kompetitif. Sampat saat ini, truk dianggap barang komersial sehingga dikenai bunga tinggi," kata Setijadi.
Menurut Setijadi, peremajaan itu diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi biaya pemeliharaan armada. Untuk truk yang beroperasi di wilayah DKI Jakarta, peremajaan truk harus dilakukan untuk memenuhi Perda DKI No. 5 Tahun 2014 yang membatasi umur truk yang digunakan maksimum 10 tahun.
Jumlah truk yang beroperasi di Pelabuhan Tanjung Priok dan berumur lebih dari 10 tahun sekitar 12.000 armada. Dengan kebutuhan dana peremajaan truk sebesar Rp 1 milyar per unit, maka diperlukan dana peremajaan sebesar Rp 12 triliun. (Nrm/Ahm)