Liputan6.com, Jakarta Rumah Produksi Multivision Plus (MVP) Pictures kembali memutar film Soekarno: Indonesia Merdeka. Sebelumnya, film ini sudah diputar pada Desember lalu dengan meraup 940ribu penonton. Lantas, apa alasan MVP Pictures kembali 'menjajakan' karya Hanung Bramantyo tersebut?
Ide awalnya berangkat dari pemberian kado bagi rakyat Indonesia dalam menyambut Hari Kemerdekaan pada 17 Agustus mendatang. Lalu, MVP Pictures juga ingin menunjukkan versi lengkap film yang mengulas sosok pendiri bangsa tersebut.
"Tanggal 14 Agustus nanti, film Soekarno kembali tayang. Lebih panjang 25 menit. Bukan soal panjang atau pendek durasinya, tapi bagaimana saya kembali membedah Soekarno," tulis Hanung dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Selasa (12/8/2014).
Penambahan 25 menit membuat durasi film Soekarno jadi melar, hingga 2 jam 42 menit. Meski hanya lebih panjang 25 menit, Soekarno versi extended justru lebih enak ditonton dan lebih manusiawi.
Hanung memaparkan penyebabnya. Pada pemutaran pertama Desember 2013, film ini berdurasi awal 2 jam 17 menit. Banyak adegan yang dibuang dengan berbagai alasan.
"Produser takut kalau film terlalu panjang, cuma bisa diputar tiga kali sehari. Soalnya normalnya satu judul bisa diputar empat kali sehari," jelas Hanung.
Lantas, 'penyunatan' durasi di pemutaran pertama juga dilakukan dengan pertimbangan menjaga nama baik keluarga Soekarno. Seperti diketahui, MVP Pictures dan putri kandung Bung Karno, Rachmawati Soekarnoputri, sempat bersitegang atas penayangan film ini.
"Adegan yang dianggap tidak pantas. Beberapa adegan yang menampilkan sisi manusiawi Sukarno dipotong demi pertimbangan kepantasan. Ada yang bilang, sudah lah adegan itu dibuang saja daripada menyinggung banyak orang," urai Hanung.
Alhasil, pemutaran film pada Desember itu tak memuaskan hasrat pecinta film. 'Sukarno kok Lembek?' 'Mana Kegagahan Sukarno?'. Cemoohan seperti itu mampir ke telinga Hanung.
Atas nama membayar hasrat penonton, Hanung pun membuat Soekarno versi `extended` ini. "Saya kembali ke ruang editing tanpa ada lagi beban menjaga kepantasan siapapun. Sampai saat ini ada tiga versi editing. Sepanjang karier saya, film ini memberikan ruang kebebasan kreatif yang besar," imbuh Hanung.
Tersisa satu pertanyaan, apakah penonton bersedia membeli tiket (lagi) untuk menonton Soekarno? Kalaupun versi extended ini kembali gagal, Hanung sudah menyiapkan jawaban.
"Barangkali masyarakat tidak butuh film tentang Sukarno. Mereka lebih menyukai Soekarno hidup dalam imaji mereka," tutup Hanung.(Jul/Mer)
Advertisement