Uang NKRI Tidak Mudah Dipalsukan

Penerbitan uang baru ini akan menggantikan uang cetakan lama yang sudah lusuh.

oleh Septian Deny diperbarui 14 Agu 2014, 08:20 WIB
(Foto: Peruri)

Liputan6.com, Jakarta - Uang cetakan baru atau disebut dengan uang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan segera diterbitkan dan secara bertahap akan menggantikan uang rupiah yang lama.

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Ekonomi Aviliani mengatakan bahwa penerbitan uang baru ini akan efektif untuk menekan angka pemalsuan uang di Indonesia.

"Saat ini kan cenderung banyak pemalsuan jadi memang sebaiknya membuat yang baru. Jadi uang palsu yang mengikuti cetakan lama tidak terpakai lagi nantinya. Dan ini pasti dengan kualitas yang lebih bagus dan tidak mudah dipalsukan," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Kamis (13/8/2014).

Selain itu, penerbitan uang baru ini juga diharapkan mampu menggantikan uang cetakan lama yang sudah lusuh mengingat ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap uang cash tunai masih begitu besar.

"Cetak baru itu kan tidak mungkin menambah jumlah uang yang beredar. Tetapi uang yang sudah jelek itu besar sekali karena orang Indonesia masih lebih dari 50 persen pakai cash," katanya.

Aviliani juga menyakini bahwa penerbitan uang baru ini tidak akan menggerus daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang sehingga tidak akan berdampak apapun pada masyarakat.

"Ini juga tidak ada hubungnya dengan inflasi atau sanering (pemotongan nilai uang) tapi lebih kepada pengganti uang lama dan untuk mengurangi uang palsu. Dan biasanya sosialisasi yang dilakukan kan cukup panjang untuk orang menukarkan uang," lanjutnya.

Sementara itu, mengenai redenominasi nilai uang yang sempat kembali banyak diperbincangkan menurut Aviliani masih belum memiliki tingkat urgensi yang tinggi sehingga tidak menjadi masalah jika pemerintah masih mencetak uang dengan angka nominal yang sama seperti uang rupiah yang beredar saat ini.

"Itu kan penyederhanaan nominal mata uang, tetapi Undang-undangnya kan belum bisa dilaksanakan. Tidak urgent sih, karena tidak berkaitan dengan masalah ekonomi hanya menyederhanakan nominal. Karena GDP kita kan sudah Rp 8 ribu triliun, sebentar lagi bisa belasan triliun. Jadi lebih pada penyederhanaan, tidak ada efek ke nilai tukar," tandasnya. (Dny/Ndw/igw)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya