Liputan6.com, Jakarta Perempuan acapkali jadi korban kekerasan seksual. Kerugian tak hanya secara fisik tapi juga mental. Untuk mengatasi hal ini negara lewat Peraturan Pemerintah No 61 tentang Kesehatan Reproduksi tahun 2014 mengatur penanganan tepat mengatasi perempuan korban kekerasan seksual yang disahkan tanggal 21 Juli lalu.
Penanganan tepat yang dimaksud meliputi:
a. Upaya perlindungan dan penyelamatan korban
b. Upaya forensik untuk pembuktian
c. Identifikasi pelaku
Advertisement
Lalu, tak sedikit perempuan yang mendapatkan kekerasan seksual hamil akibat perkosaan. Oleh karena itu PP No 61/2014 ini mengatur aborsi dalam pasal 31 Ayat 2 yang berbunyi:
"Tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid"
Namun untuk melakukan aborsi akibat kekerasan seksual atau perkosaan harus ada buktinya. Yaitu dengan:
a. Adanya surat keterangan dokter yang menyatakan usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan
b. Adanya keterangan penyidik, psikolog, atau ahli lain mengenai dugaan adanya perkosaan