Liputan6.com, Jakarta - Saat teman-teman sebayanya asyik main video game atau panik menghadapi prom atau pesta dansa di sekolah, sekelompok anak-anak 'ajaib' berhasil menciptakan inovasi di bidang medis. Mereka calon-calon penyembuh masa depan yang memberi harapan bagi para pasien di seluruh dunia.
Dari Maryland, Amerika Serikat hingga Dubai, Uni Emirat Arab, generasi ini memenangkan penghargaan sains internasional, mengembangkan inovasi medis, atau belajar meraih gelar setinggi mungkin dengan satu harapan yang sama: menyelamatkan nyawa sesama.
Berikut 8 anak mengagumkan itu, seperti Liputan6.com kutip dari CNN, Kamis (14/8/2014).
Temuan Berharga di Usia 14 Tahun
Joshua Meier (18) asal New Jersey
Sel induk atau sel punca (stem cells) dianggap punya kemampuan untuk berkembang menjadi banyak jenis sel yang berbeda di dalam tubuh. Ia berpotensi mengobati penyakit Parkinson, cedera tulang belakang, dan kondisi lainnya.
Namun sel induk artifisial yang dihasilkan memiliki rentang hidup singkat yang membatasi kegunaan medis mereka. Joshua Meier pun muncul mengatasi masalah tersebut.
Pada usia 14 tahun, Meier melakukan riset mengidentifikasi gen terkait dengan proses penuaan sel induk. Apa yang awalnya dimaksudkan sebagai proyek kelas belaka membawanya meraih penghargaan sains.
Meier yang akan memulai studi biologi dan ilmu komputer di Harvard musim gugur tahun ini berharap, risetnya bisa diaplikasikan untuk sel lain -- yang diharapkan bisa mengarah pada solusi bagi situasi nyata. Merawat kanker, misalnya.
"Kanker adalah penyakit di mana selnya terus tumbuh dan berkembang," kata dia. "Jika kita bisa membuat kanker menua dan menghentikan pertumbuhannya, maka pengobatan berpotensi dilakukan."
Advertisement
Bocah Ajaib dari Dubai
Adeeb Alblooshi (10) dari Dubai, Uni Emirat Arab
Adalah perjalanan ke pantai yang memicu temuan berharga Adeeb Alblooshi di usia yang masih belia.
Saat itu ayahnya yang menderita polio tak bisa ikut berenang, bersenang-senang di air, karena ia menggunakan kaki prostetik atau palsu.
Adeeb yang kala itu masih berusia 6 tahun memeras otak, ia membuat kaki palsu ayahnya jadi tahan air dengan cara melapisinya dengan lapisan lilin -- yang terus ia kembangkan secara medis.
Tak hanya itu, bocah cerdas tersebut juga merancang robot kecil yang mampu bergetar, untuk membantu ibunya membersihkan celah sempit di rumahnya.
Tak butuh waktu lama hingga media dan pemerintah mengendus bakatnya yang luar biasa. Dengan pengawasan dan pendanaan pemerintah, Adeeb kembali menelurkan 5 gagasan temuan. Termasuk, sabuk pengaman mobil yang bisa memonitor detak jantung penumpang dan langsung memperingatkan pihak berwenang jika diketahui denyut itu terlalu cepat atau lambat.
Sejak April lalu, ia mengadakan tur ilmiah internasional bersama Emirates Institution for Advanced Science and Technology. Ia menghadiri serangkaian konferensi, bertemu dengan para ilmuwan terkemuka, bahkan ikut serta dalam perkemahan antariksawan (space camp) di Space & Rocket Center di Alabama, AS.
"Aku belajar banyak hal, tapi yang terpenting adalah, aku senang saat melakukannya," kata dia.
2 Bersaudari Jenius
Samantha (18) dan Michelle Marquez (15) dari Virginia, AS
Kakak beradik ini sungguh cerdas. Dan kebetulan, sains sudah mendarah daging dalam keluarga. Dua putri pasangan ahli kimia dan insinyur kimia itu selalu didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya.
Sebuah proyek sekolah saat duduk di kelas 7 mendorong Samantha menciptakan "celloidosomes" struktur 3 dimensi yang dibangun dari sel-sel hidup, yang berfungsi sebagai kontainer dari partikel-partikel lain. Menurutnya, struktur mirip kapsul itu bisa digunakan untuk perbaikan organ dan sebagai cara inovatif untuk memasukkan obat ke dalam tubuh. Namun, ia tak begitu saja puas.
"Saya selalu berpikir bahwa celloidosomes hanya kerikil kecil di pantai," kata dia. "Butiran kecil pasir di pantai, namun itu akan menjadi dasar langkah maju bagi rekayasa dalam pengobatan," kata dia.
Sementara Michael tertarik untuk mengeksplorasi hal-hal yang tak bisa disentuh: musik dan emosi. Risetnya yang menganalisi aktivitas otak menemukan bahwa suara yang sangat kompleks -- atau bunyi yang kacau -- memicu bagian otak yang berhubungan dengan emosi negatif. Sementara suara yang tak terlalu kompleks akan merangsang emosi positif.
Atas karyanya, dua bersaudari itu mendapat penghargaan bergengsi Intel International Science and Engineering Fair (Intel ISEF). Hebatnya, alih-alih bersaing, mereka saling mendukung.
Advertisement
Dokter Termuda di Afsel
Sandile Kubheka (21) dari Newcastle, Afrika Selatan
Sandile Kubhek memang tak bisa lagi disebut bocah. Tapi lihat apa yang sudah ia capai. Pada usia 20 tahun pemuda itu adalah dokter termuda di Afrika Selatan. Ia mulai kuliah kedokteran pada usia 16 tahun.
Ia kerap mendapat penghargaan atas kerja sosial dan pencapaiannya di bidang medis. Bahkan menjadi nominator pemimpin muda MTV Africa.
Sandile tak hanya cerdas, tapi juga berhati mulia. Saat masih kuliah, tiap akhir pekan ia mengabdikan dirinya untuk masyarakat, membantu merawat pasien.
Saat liburan panjang di bulan Desember, pemuda berkacamata itu menjadi relawan di laboratorium rumah sakit terpencil.
Kini, ia sibuk menyelesaikan magang secara intensif selama 2 tahun di Rumah Sakit Grey di Pietermaritzburg, Afrika Selatan. Tapi Sandile masih sempat menjadi duta PMI Afsel sembari menyemangati kaum muda untuk bersemangat mempelajari teknik dan kedokteran.
"Saat ini aku baru mulai bekerja, sulit untuk menyeimbangkan hidupku," kata dia, tertawa. "Namun, saat aku menemukan keseimbangan itu, aku akan kembali terjun ke masyarakat."
Terobosan Ginekologi di Usia Belia
Tony Hansberry (20) asal Jacksonville, Florida
Saat berusia 14 tahun, Tony Hansberry menawarkan hal berbeda di bidang ginekologi. Diarahkan sejak dini untuk menjadi dokter saat SMA memberi kesempatan pada pemuda tersebut magang di UF Health Shands Hospital di Gainesville, Florida.
Di sana ia menghadapi tantangan untuk meningkatkan bagaimana manset vagina (bagian atas vagina) atau vaginal cuff dijahit setelah histerektomi. Biasanya, manset dijahit bersama-sama dengan jahitan horizontal untuk mengurangi risiko infeksi setelah operasi, tapi Hansberry menyarankan bahwa jahitan vertikal mungkin akan lebih efektif.
Ketika menunjukkan metodenya pada manekin, ia bisa menjahit area tersebut 3 kali lipat lebih cepat dari cara tradisional. Terbukti jauh lebih efektif dari cara yang masih digunakan dokter saat ini. Metode jahitannya itu akhirnya diberi nama "Hansberry Stich."
Kini, di usianya yang ke-20, Tony Hansberry belajar kimia di Florida Agricultural and Mechanical University. Ia berharap, suatu hari nanti bisa menjadi dokter bedah untuk membantu sesama. "Itu alasan mengapa aku suka sekali kedokteran," kata dia. "Fakta Anda bahwa kita bisa mengubah begitu banyak kehidupan dengan hanya tanganmu."
Advertisement
Penemu Tes Deteksi Kanker Cepat dan Murah
Jack Andraka (17) asal Maryland
Jack Andraka baru berusia 14 tahun saat mulai mengembangkan tes deteksi dini mudah bagi kanker pankreas. Pada akhir tahun ajaran, ia berhasil melakukannya.
Tes yang dikembangkan seorang profesor dari Johns Hopkins hanya membutuhkan waktu beberapa menit. Andraka mengklaim, metodenya adalah yang tercepat, termurah, dan paling sensitif dari standar yang ada saat ini.
Meskipun penemuannya belum menjalani pengujian ketat, temuannya itu menghasilkan hadiah utama sebesar US$ 75 ribu dalam penghargaan Intel ISEF in 2012, namun juga perhatian dunia.
Psikolog di Usia 16 Tahun
Andrew Almazan Anaya (19) asal Mexico City, Meksiko
Andrew Almazan Anaya dikenal luas sebagai bocah yang mampu menjadi seorang psikolog berkualitas pada usia 16 tahun. Namun, menurutnya, masih banyak hal yang harus ia pelajari.
"Aku belajar tak hanya karena aku ingin tahu lebih banyak hal, atau aku suka mempelajarinya. Tapi, aku bertekad membuat pengetahuanku berguna bagi masa depan," kata dia, yang juga seorang dokter ini.
Itu mengapa, dalam waktu 5 tahun terakhir, ia menjadi bagian dari tim yang mencoba untuk mentransplantasi sel islet secara sempurna pada penderita diabetes -- yang berusaha mencegah penolakan sel oleh sistem kekebalan tubuh penerima.
Saat timnya mulai siap mengaplikasikannya dari tikus ke binatang yang lebih besar, Almazan Anaya punya waktu untuk mendedikasikan dirinya di "Centro de Atención al Talento" -- organisasi yang mengidentifikasi dan mendukung anak-anak berbakat, di mana ia berperan dalam kegiatan riset psikologi. (Mvi)
Advertisement