Liputan6.com, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebutkan, pembangunan ekonomi Indonesia menunjukkan kemajuan yang menggembirakan. Hal itu dilihat dalam 10 tahun belanja negara meningkat sekitar empat kali lipat.
Dalam pidato Kenegaraan Nota Keuangan RAPBN 2015 di gedung MPR/DPR, Jumat (15/8/2014), Presiden SBY menuturkan, total belanja negara mencapai Rp 427,2 triliun pada 2004. Pada 2014, angka itu mencapai Rp 1.876,9 triliun. Sehingga dalam 10 tahun belanja negara meningkat sekitar empat kali lipat.
Advertisement
"Selama sepuluh tahun terakhir, anggaran kesehatan meningkat sekitar delapan kali lipat, dari Rp 8,1 triliun pada 2004 menjadi Rp 67,9 triliun pada 2014," ujar SBY.
Ia melanjutkan, kurun waktu sama, anggaran pendidikan naik enam kali lipat dari Rp 62,7 triliun menjadi Rp 375,4 tirliun. Anggaran untuk infrastruktur meningkat hampir 11 kali lipat dari Rp 18,7 triliun menjadi Rp 206,6 triliun. Sementara itu, anggaran ketahanan pangan meningkat hampir tujuh kali lipat dari Rp 10,7 triliun menjadi Rp 72,4 triliun.
"Peningkatan belanja itu dilakukan seraya tetap menjaga defisit anggaran dalam angka yang selalu lebih rendah dari batas defisit yang ditetapkan dalam perundang-undangan yaitu sebesar 3 persen dari PDB," tutur SBY.
SBY menuturkan, pemerintah juga tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dan pengamanan risiko fiskal dalam pengelolaan utang. Rasio utang terus diturunkan dari 56,6 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2004 menjadi 25,6 persen pada 2014.
"Hal ini akan kita terus jaga keseimbangannya di tahun-tahun mendatangb sehingga anggaran kita tidak mudah terpengaruh oleh gejolak keuangan domestik maupun global, dan makin memperkokoh kemandirian fiskal kita," kata SBY.
Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2015 mengalokasikan belanja negara sebesar Rp 2.019,9 triliun atau 18,2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) yang didanai dari pendapatan negara dan hibah sebesar Rp 1.762,3 triliun atau 15,8 persen terhadap PDB dan pembiayaan anggaran sebesar Rp 257,6 triliun atau 2,3 persen terhadap PDB. (Fik/Ahm)