Saksi Ahli Prabowo Jelaskan Rekomendasi Bawaslu di Sidang DKPP

Margarito juga mengatakan, pembukaan kotak suara yang dilakukan KPU merupakan pelanggaran kode etik.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 15 Agu 2014, 20:28 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Dalam sidang kode etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), tim Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menanyakan pendapat ahli tentang adanya rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang tidak dijalankan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Menanggapi pertanyaan tersebut, ahli hukum tata negara Margarito Kamis yang merupakan saksi ahli yang ditunjuk tim Prabowo-Hatta menyatakan, rekomendasi Bawaslu bersifat absolut dan itu harus dilaksanakan oleh KPU.

"Ada tindakan hukumnya jika tidak dilaksanakan, dalam etik bisa nilai tidak melaksanakan kewajiban etiknya," kata Margarito saat menyampaikan pendapatnya di hadapan Majelis Hakim DKPP di Gedung Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (15/8/2014).

Menurut dia, dalam segi etika, tidak menjalankan rekomendasi Bawaslu sama saja dengan tidak menjalankan tugas dan fungsi nya sebagai penyelenggara pemilu yang sebagaimana diatur dalam undang-undang.

"Dalam etik, tidak menjalankan tugas dan fungsi sesuai UU. Saya berpendapat dapat diklasifikasikan sebagai pelanggaran etik," ujar Margarito.

Salah satu rekomendasi Bawaslu yang tidak dijalankan oleh KPU seperti yang diadukan pihak Prabowo-Hatta pada nomor laporan 249/DKPP-PKE-III/2014 dengan nomor pengaduan 645/I-P/L-DKPP/2014 yakni teradu KPU Jakarta Pusat, KPU Jakarta Pusat, dan KPU Jakarta Timur tidak menindak lanjuti rekomendasi Bawaslu DKI Jakarta untuk pengecekan dokumen Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) 5.802 di seluruh DKI hanya dilakukan oleh KPU Kota Jaksel dan Jabar.

Margarito juga mengatakan, pembukaan kotak suara yang dilakukan KPU dengan tujuan mengambil dokumen daftar pemilih tetap, daftar pemilih khusus tambahan sebagai barang bukti saat menjalankan sidang gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) juga merupakan pelanggaran etik yang dilakukan KPU. Sebab, pembukaan kotak suara dilakukan untuk menghadapi gugatan sengketa hasil Pilpres 2014 di MK.

"(pembukaan kotak suara) Soal hukum untuk apa? Apakah pembukaan kotak suara itu masih bagian pada tahapan pemilu? Kalau untuk di MK itu bukan tahapan pemilu dalam UU Pilpres No 42 tahun 2008," papar dia.

"Saya berpendapat tindakan itu dikualifikasi tidak sah dan dikualifikasi sebagai pelanggaran etik," tandas Margarito.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya