Liputan6.com, Jakarta - Republik Indonesia merayakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 2014. Kemerdekaan Indonesia memasuki usia 69 tahun tidak diikuti dengan kemerdekaan di sektor infrastruktur dan transportasi.
Pengamat transportasi, Djoko Stidjowarno menuturkan, kemerdekaan juga berarti merdeka dari kemacetan di jalan raya. Selama ini pemerintah dinilai belum memiliki langkah nyata untuk membantu mengurai kemacetan. Padahal salah satu cara yang dilakukan dengan membangun fasilitas transportasi umum ketimbang menggunakan anggaran untuk pembangunan fly over dan underpass.
Advertisement
"Selama ini memerdekakan dari kemacetan hanya wacana belum menjadi fakta," kata Djoko, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Senin (18/8/2014).
Menurut Djoko, upaya yang dilakukan jika sekadar mengalihkan kemacetan, bukan memerdekakan dari kemacetan. "Perlu upaya terstruktur, sistematis dan masif menata transportasi umum," ungkap Djoko.
Ia mengungkapkan, cara yang dilakukan bisa dengan moratorium lima tahun ke depan terhadap upaya membangun flyover dan underpass yang tak menguntungkan rakyat merdeka dari masalah macet.
Anggaran pembangunan flyover dan underpass dapat dialihkan ke belanja pembenahan transportasi umum untuk lebih tepat sasaran sehingga mengurangi titik kemacetan.
Ia merinci, pembangunan satu flyover dan underpass membutuhkan dana minimum Rp 100 miliar di luar bebas lahan. Bahkan ada pembangunan flyover menelan hingga Rp 280 miliar di Makassar.
"Jika uang tersebut dibelikan bus besar maka akan mendapat 280 unit, bisa layani 6-7 koridor BRT. Terlebih jika gunakan bus listrik, tentunya banyak tujuan tercapai," kata Djoko. (Pew/Ahm)