Harga BBM Naik, Neraca Transaksi Berjalan Bakal Membaik

Menteri Keuangan, Chatib Basri mengatakan, ekspor mineral kembali pulih pada 2015 juga akan membantu neraca transaksi berjalan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 19 Agu 2014, 15:47 WIB
Chatib Basri (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Chatib Basri menyatakan, defisit neraca transaksi berjalan (current account defisit) pada 2015 bisa lebih rendah dibandingkan 2014. Hal itu terjadi jika pemerintah baru menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.

Chatib mengatakan, kurs rupiah diperkirakan mengalami tekanan tahun depan jika rencana kenaikan bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (AS)/The Federal Reserve benar dilakukan.

"The Fed menaikkan bunga, saya berharapnya dilakukan pada semester II, tapi tidak menutup kemungkinan semester I, akan terjadi pelemahan nilai tukar," kata Chatib, di gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/8/2014).

Chatib mengungkapkan, pemerintah telah mempertimbangkan kondisi tersebut dalam menetapkan kurs yang tercantum dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN). "Satu asumsi dipakai dalam RAPBN Rp 11.900 sudah memperhitungkan," tutur Chatib.

Menurut Chatib, meski kurs rupiah diperkirakan tertekan, tetapi defisit neraca transaksi berjalan tidak mengalami kenaikan, bahkan lebih baik dibandingkan tahun ini.

Chatib melanjutkan, hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya ekspor mineral yang terjadi pada 2014. Hal itu  karena beberapa perusahaan tambang telah memenuhi syarat ekspor konsentrat mineral setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara.

"Ekspor lebih baik karena kompetitif, impor akan mengurangi. Ekspor mineral full pada 2015,  akan ada tambahan mengurangi defisit," ungkapnya.

Selain itu, adanya rencana pemerintah baru menurunkan harga BBM bersubsidi juga mempengaruhi defisit neraca transaksi berjalan.

"Saya tidak tahu pemerintah baru, kemungkinan harga BBM akan turun sehingga neraca transaksi berjalan 2015 akan lebih baik di bawah US$ 24 miliar," pungkasnya. (Pew/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya