Liputan6.com, Ferguson Kerusuhan di kota Ferguson di negara bagian Missouri di Amerika Serikat berlanjut lagi setelah ada masa jeda yang singkat.
Kota berpenduduk 22 ribu orang guncang pada 9 Agustus 2014 lalu, saat polisi kulit putih yang diidentifikasi sebagai Darren Wilson menembak Michael Brown (18) hingga tewas di jalanan pada siang bolong. Insiden yang memicu protes.
Advertisement
Polisi mengejar sejumlah pemuda di jalanan-jalanan di kota Ferguson dan melakukan beberapa penangkapan setelah botol-botol kembali berterbangan sesaat sebelum tengah malam.
Para pelaku unjuk rasa sailing mengunci tangan di hadapan garis polisi dan beberapa di antaranya meminta kerumunan yang ada supaya tetap tenang. Kehadiran polisi terlihat semakin banyak, seiring dengan peningkatan ketegangan.
Sampai saat itu, jalanan tetap tenang dan kerumunan-kerumunan kecil bertebaran sambil membawa tanda-tanda dan berseru-seru.
Beberapa ratus orang berkeliling di kawasan kecil sambil melewati kamera-kamera wartawan. Dengan berjalannya waktu, kerumunan itu menyusut hingga berukuran beberapa puluh orang saja.
Seperti yang dilansir Liputan6.com dari CNN (20/08/2014), “Tangan di atas! Jangan tembak”, adalah isi pesan mereka setiap malam. Tapi beberapa pelaku unjuk rasa menambahkan: “Kita pengunjuk rasa, kita tidak menjarah.”
Jameila White dari Kabupaten Saint Louis berjalan lebih dari 1,5 kilometer untuk membagikan air minum kepada para pengunjuk rasa.
“Kita membaur bersama sebagai suatu masyarakat untuk membawakan ini,” katanya sambil menunjuk kepada kereta gabus pendingin berisi air botolan direndam es, “Supaya kami bisa tetap kuat dan terus berjalan karena dikatakan bahwa kalau kami berdiri dengan diam, kami akan dipenjara.”
White, yang pernah tinggal di Ferguson, juga membuang beberapa botol air dan mengisinya dengan susu untuk membantu membasuh gas air mata dari mata para pengunjuk rasa.
Mobil-mobil polisi dengan lampu-lampu suar dipangkalkan hampir di setiap blok.
Para petugas dalam pakaian pelindung berkumpul di sepanjang kendaraan lapis baja dekat suatu tempat cuci mobil. Polisi juga kelihatan termenung. Kata seorang petugas negara bagian, “Bisakah kami sedamai ini? Begitulah.”
Harus ada perubahan
Tokoh-tokoh masyarakat kota itu menegaskan pada Selasa lalu mengenai keniscayaan perubahan. Sudah lewat 10 hari sejak seorang petugas kepolisian berkulit putih menembak seorang remaja kulit hitam yang tidak bersenjata, sehingga menyulut unjuk rasa yang emosional dan meluas, bahkan hingga menjelma menjadi kekerasan.
Seorang kapten petugas jalan raya untuk negara bagian yang ditugaskan untuk menjaga keamanan mengatakan bahwa apa yang terjadi selama 10 hari terakhir ini merupakan hal yang memalukan bagi Ferguson, bagi negara bagian Missouri, bahkan bagi Amerika Serikat.
Dalam suat pernyataan pada Selasa lalu, para pemimpin Ferguson bertekad untuk membangun kembali kawasan niaga kota itu, yang telah mengalami penjarahan dan kerusuhan.
Mereka berjanji untuk merekrut lebih banyak lagi warga kulit hitam Amerika untuk bergabung dengan kepolisian di kota yang kebanyakan dihuni warga kulit hitam. Hal ini cukup masuk akal karena Kepolisian Ferguson kebanyakan beranggotakan warga kulit putih.
Mereka juga mengisyaratkan niat menggalang dana supaya semua petugas dan mobil polisi diperlengkapi dengan kamera di rompi dan dalam mobil petugas.
Keberadaan kamera menjadi penting karena dapat membantu menjawab begitu banyak pertanyaan di sekeliling kematian Michael Brown: Apakah Brown dibunuh oleh seorang petugas polisi ketika korban mengacungkan tangannya tinggi-tinggi, sebagaimana dikatakan oleh para aktivis?
Ataukah Brown tertembak setelah mengejar Darren Wilson yang terpaksa menembak karena khawatir akan hidupya sebagaimana yang dipaparkan dalam suatu acara radio?
Semua pihak bersikukuh
Tanpa adanya video yang dapat menjelaskan tentang penembakan tanggal 9 Agustus itu, dua belah pihak bersikeras.
Para pendukung keluarga Brown begitu bersemangatnya bahkan ada sebagian yang mengatakan bahwa mereka semakin tidak percaya dengan pihak penegak hukum, apalagi dengan adanya truk lapis baja di jalanan dan tabung-tabung gas air mata yang ditembakkan ke udara.
Di lain pihak, Wilson, polisi yang diduga menembak korban, mendapakan tambahan dukungan dalam beberapa hari belakangan.
Para pendukungnya menggalang dukungan di Saint Louis minggu ini, dan hingga Selasa lalu telah ada 900 orang yang menyumbangkan lebih dari 33.000 dollar AS untuk Darren Wilson, demikian menurut situs GoFundMe yang dibuat untuk mengumpulkan sumbangan.
Namun demikian, suasana di jalanan Ferguson semakin runyam di sana sini. Dari Senin hingga Selasa, setidaknya ada 74 orang yang ditangkap karena menolak membubarkan diri. Dua orang lagi ditangkap dengan dakwaan terkait senjata dan seorang lagi karena mengganggu seorang petugas.
Selain itu, dua orang lagi terkena tembakan yang bukan oleh polisi. Empat orang petugas telah terluka.
Penghasut dari luar
Polisi dan pengunjuk rasa menyalahkan para penghasut, termasuk sejumlah orang dari luar kota Ferguson, terkait dengan penembakan dan kekerasan yang ada.
Menurut catatan penjara, kebanyakan yang ditangkap adalah warga setempat. Yang lainnya berasal dari negara bagian New York, California, Texas dan Alabama.
“Kita sekarang menghadapi dua kelompok orang,” kata senator negara bagian Missouri, Maria, Chappelle-Nadal. “Satu, para pengunjuk rasa yang melakukannya dengan damai sebagai penyataan hak-haknya menurut Amandemen Pertama.”
“Dan kemudian ada lagi kelompok orang yang lebih kecil yang menyusup ke dalam kerumunan dan menciptakan semua kekisruhan ini,” lanjutnya.
Namun demikian, banyak pihak yang melontarkan kritik terhadap tanggapan polisi. Jendral Russel Honore, yang menangani pengendalian kerumunan dalam kekacauan setelah Badai Katrina di New Orleans di tahun 2005, bergabung Selasa lalu.
“Kamu di sana untuk melindungi warga,” katanya kepada Don Lemon dari CNN. “Mereka perlu merasakan hal itu dari kamu.” Mengamati anggota-anggota kerumunan melalui pembidik di sepucuk senjata mengirimkan pesan yang salah,” katanya.
Tom Fuentes, seorang analis penegak hukum untuk CNN, setuju dengan pendapat itu. “Keberadaannya secara keseluruhan memang terlalu agresif,” katanya. Namun demikian ia setuju dengan penggunaan gas air mata dan peluru-peluru karet.
Penjarah dan pengacau menciptakan masalah yang memerlukan tanggapan, katanya. Mereka menggunakan para pengunjuk rasa sebagai “perisai manusia.”
Meminta penuntutan
Banyak pemimpin masyarakat khawatir bahwa kekacauan ini menjauhkan mereka dari pesan utamanya, yaitu pertanggungjawaban petugas yang menembak Brown (18).
Orangtua Brown meyakini bahwa jalan keluar yang paling nyata dari keadaan ini adalah agar Wilson didakwa. Kata sang ibu korban, Lesley McSpadden kepada acara Today di NBC, “Keadilan. Keadilan akan membawa perdamaian, saya yakin.”
Suatu juri lengkap boleh memulai mendengar pengakuan dari para saksi dan memutuskan apakah akan menyerahkan gugatan kasus ini sebelum Rabu.
Hari itu juga adalah harinya Jaksa Agung AS Eric Holder diperkirakan akan mengunjungi Feguson untuk memeriksa penyidikan hak-hak sipil oleh Departemen Kehakiman mengenai tewasnya Brown.
“Di saat begitu banyaknya ketidakpastian, warga Ferguson boleh percaya bahwa Departemen Kehakiman bermaksud mempelajadri, secara adil dan meyeluruh, apa yang sesungguhnya terjadi,” kat Holder melalui harian St.Louis Dispatch.
Pakar hukum Fuentes memperingatkan untuk tidak berhadap hasil-hasil yang segera. Masih banyak bukti yang belum diproses oleh laboratrium pidana, katanya.
Masih ada pertentangan sehubungan dengan Jaksa Penuntut Saint Louis, Robert McCulloch. Sejumlah warga dan pemimpin masyarakat melihata bahwa yang bersangkutan memiliki hubungan erat dengan polisi dan berpihak kepada penegak hukum dalam kasus-kasus pidana.
Sementara itu, Brown akan dihantarkan ke pemakaman oleh pemimpin hak-hak sipil, Al Sharpton, di pemakaman umum pada Senin pagi. (Ein)