Langkah Transisi Jokowi dan Warisan SBY

Pasca-keputusan MK yang menolak seluruh permohonan pihak Prabowo-Hatta, Jokowi dan JK memang bergerak cepat.

oleh Liputan6 diperbarui 23 Agu 2014, 01:01 WIB
Jokowi-JK dan SBY. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Sugeng Triono, Luqman Rimadi, Silvanus Alvin, Raden Trimutia Hatta, Fiki Ariyanti, Edward Panggabean, dan Taufiqurrohman

Puluhan orang bertubuh tegap dan berbusana jas hitam dan dasi merah berbaris rapi di ruangan utama Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta. Mereka adalah anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang dipersiapkan untuk mengawal Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2014-2019 Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).

Sebanyak 67 anggota Paspampres itu menyaksikan penandatanganan serah terima pengamanan Presiden terpilih dari Polri ke Paspamres pada Jumat 22 Agustus 2014 sekitar pukul 14.00 WIB. Penandatanganan dilakukan Ketua KPU Husni Kamil Manik, Ketua Bawaslu Muhammad, Laksamana TNI AL Darwanto, dan Brigjen Pol C Lembang.

"Dengan ditetapkannya pasangan nomor urut 2, Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai pasangan presiden terpilih, maka tugas kepolisian dalam mengamankan calon presiden dan wakil presiden telah berakhir," ujar Ketua KPU Husni Kamil Manik.

Pada kesempatan itu, Husni sekaligus mengucapkan terima kasih kepada Polri yang telah bertugas dengan baik dalam menjaga 2 pasangan capres-cawapres -- Jokowi-JK dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa -- yang maju pada Pilpres 2014.

"Mulai hari ini, setelah Jumatan, di KPU akan upacara serah terima dari rekan kepolisian diambil alih TNI (Paspampres). Saya sudah komunikasikan pada Pak Jokowi dan beliau memahami," kata Panglima Jenderal TNI Moeldoko di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat 22 Agustus.

Jokowi Tawar Jumlah Pengawal

Presiden terpilih Jokowi dikawal oleh Paspampres mulai Jumat malam. Jokowi pun mengungkapkan setelah mendapatkan pengawalan tersebut akan berkoordinasi dengan pihak Paspampres agar pengamanan yang diberikan kepadanya lebih longgar.

Jokowi mengaku lebih menginginkan pengamanan yang diberikan kepadanya tidak terlalu ketat agar tetap dapat dekat dengan masyarakat. Ia pun juga meminta agar memberikan kelonggaran bagi para jurnalis yang meliput kegiatannya agar dapat melakukan wawancara lebih dekat dengannya.

"Ya ini kan belum ke saya, nanti kalau sudah ada, baru saya atur. Biar nanti bisa tetap dekat dengan dikau-dikau (jurnalis) dan juga bisa dekat dengan masyarakat, tetap kondisi aman," ujar Jokowi usai menghadiri acara Halal Bihalal Partai Nasdem di JI Expo, Kemayoran, Jakarta, Jumat 22 Agustus.

Namun demikian, Jokowi merasa keberatan dengan pengawalan tersebut. Ia pun meminta kepada Panglima TNI Jenderal Moeldoko untuk mengurangi jumlah personel Paspampres maupun kendaraan pengawalan.

"Kata Panglima (Panglima TNI Jenderal Moeldoko) ada 7 mobil, 3 motor (voorijder) dan 37 anggota. Gimana? Itu standarnya. Tapi masih kita hitung. Kalau 3 cukup, 3 saja. Kalau harus 7, angka keamanannya tidak bisa ditawar, tetap kita minta 3 saja?" ucap dia.

Sebagai Presiden dan Wapres terpilih, pengamanan terhadap Jokowi maupun JK otomatis semakin ketat. Kendati demikian, Jokowi mengaku tidak akan mengubah kinerjanya yang hobi blusukan dan kerap lebih menyukai turun ke lapangan ketimbang berdiam di kantor.

Lantas, bagaimana dengan pengamanan ketat yang telah diatur dalam standar prosedur pengamanan presiden dan wakil presiden? Jokowi tetap tidak menyukai aturan ketat tersebut, lantaran dirinya mengaku tidak mau terlalu banyak diatur dan terikat dengan pengamanan yang terlalu ketat.

"Wong namanya itu (Paspampres) kan kita yang ngatur. Masa saya yang diatur Paspampres. Masa saya yang diatur protokol. Nggak kebalik?" ucap Jokowi.

Ketidaknyamanan Jokowi langsung ditanggapi pihak Paspampres. Meski memiliki gaya memimpin yang agak berbeda dengan presiden pada umumnya, Paspampres mengaku sudah siap menjalankan tugasnya menjaga Jokowi yang terkenal kerap melakukan kegiatan di luar protokoler.

"Tidak (kesulitan). Kita punya pengalaman beberapa presiden. Kita ingat dulu Bapak Gus Dur dan Pak Habibie, kami menyesuaikan dan beradaptasi dengan kegiatan tersebut," ujar Asisten Operasi Komandan Paspampres Kolonel A Budi Handoyo di Kantor KPU, Jakarta, Jumat 22 Agustus.

Sementara mengenai jumlah personel yang akan mengawal presiden, menurut Budi, pihaknya akan menyesuaikan dengan kegiatan yang akan dijalani Jokowi nanti. "Sesuai dengan tingkat kegiatan, sesuai bisa lebih banyak, sedikit, tergantung kegiatannya besar atau kecil," tandas Budi Handoyo.

Bersambung: Penyusunan Kabinet Jokowi-JK


Penyusunan Kabinet Jokowi-JK

Ilustrasi Jokowi-JK (Liputan6.com/M.Iqbal)



Sesuai agenda KPU, Presiden dan Wapres terpilih akan dilantik pada 20 Oktober mendatang. Terkait hal itu, Presiden terpilih Jokowi memastikan penyusunan kabinet pemerintahannya akan rampung pada awal Oktober 2014. Jokowi menjamin, setelah 20 Oktober seluruh anggota kabinet siap bekerja.

"Iya, betul (awal Oktober kabinet sudah dibentuk)," ujar Jokowi di Balaikota DKI Jakarta, Jumat 22 Agustus.

Jokowi mengungkapkan, saat ini dirinya dan tim Transisi masih menyusun pembentukan struktur kabinet dan kelembagaan kabinet. Ia menargetkan September mendatang dapat menyelesaikan kelembagaan kementerian.

"Pertengahan September. Itu kelembagaannya baru jadi, menterinya butuh misalnya 30, atau atau 20 baru diputus. Ramping atau gemuk belum ngerti," ucap Jokowi.

Jokowi mengatakan, semua masukan dari mana pun terkait struktur kabinet, akan menjadi pertimbangan bagi dirinya. Termasuk usulan 19 kementerian yang digagas Ketua Komisi II DPR RI Agun Guandjar Sudarsa.

"Semua orang banyak menyarankan. Semua dipertimbangkan," tukas Jokowi.

Hari yang sama tapi dalam kesempatan berbeda, Jokowi pun mulai bicara beberapa langkah yang akan diambil pemerintahannya. Satu di antaranya, Jokowi berjanji akan mendatangi kantor-kantor yang bermasalah demi memperbaiki pemerintahan Indonesia ke depan.

"Jadi ke depan, jangan ada kantor-kantor pemerintah yang berani memberikan pelayanan tidak baik kepada masyarakat. Apalagi berani memungut sesuatu dari masyarakat, apalagi dengan memaksa-memaksa," ujar Jokowi di J-Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat 22 Agustus.

"Ingat, tidak hari ini, tidak besok, tidak besoknya lagi mereka pasti akan saya datangi, pasti akan saya datangi. Ini untuk perbaikan," tegas Jokowi yang disambut meriah seluruh undangan dalam acara Halal Bihalal Partai Nasdem.

Jokowi dan wakilnya JK berjanji akan menjadikan pemerintahan dan negara menjadi lebih baik dari sebelumnya. Maka itu, ia berharap semua masyarakat harus turut serta membangun Indonesia menjadi lebih baik.

"Ke depan harus lebih baik, bangsa ini ke depan harus lebih baik. Jadi bapak dan ibu semuanya, seluruh relawan adalah penting bagi kami untuk menginformasikan apa-apa yang bekerja di bawah, di akar rumput, di daerah," ujar dia.

"Jangan sampai nanti laporannya hanya yang baik-baik saja, yang apike (baik) saja. Saya ingin laporan yang tidak baik, tidak baik, yang jelek-jelek kita perbaiki," sambung Jokowi.

Pesan kepada Relawan

Tak hanya itu, Presiden terpilih Jokowi juga meminta relawannya tidak membubarkan diri pasca-penetapan dirinya sebagai presiden terpilih pada Pilpres 2014. Dia mengaku masih membutuhkan relawannya untuk mengawal dan membantu menjalankan roda pemerintahannya selama 5 tahun ke depan.

"Saya dengar ada beberapa kantor relawan mau membubarkan diri. Saya bilang, eh, jangan dulu, masih ada tugas yang lebih besar untuk bangsa dan negara ini," ujar Jokowi saat menyampaikan pidato dalam acara Halal Bihalal Partai Nasdem di JI Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Jokowi menjelaskan, tugas para relawan tersebut membantu menjalankan fungsi kontrol pelayanan masyarakat di daerah masing-masing. Ia berharap para relawan menyampaikan berbagai keluhan masyarakat di lapangan.

Dia berjanji, setiap keluhan dari relawan akan ditanggapi. Bahkan dirinya tak segan-segan akan mencopot pegawai pemerintahan yang dianggap menyulitkan masyarakat. "Kalau dengar sesuatu dari rakyat sampaikan kepada kami. Kalau di suatu daerah ada kekurangan, sampaikan kepada kami."

"Kalau ada sebuah daerah, birokrasinya ada pungutan, misalnya, melayani tidak baik, sampaikan kepada kami. Pada suatu saat, kantor itu pasti akan saya datangi," tegas Jokowi.

Bersambung: Konsolidasi dan Transisi


Konsolidasi dan Transisi

Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) siap menjaga Presiden terpilih, Jumat (22/8/2014) (Liputan6.com/Andrian M Tunay)



Usai putusan MK yang menguatkan legitimasi hukum pemenang Pilpres 2014, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono segera beralih kepada pasangan Jokowi-JK.

Sehubungan dengan itu, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Dedy S Priatna mengatakan, Presiden SBY berencana menggelar pertemuan dengan Presiden terpilih Jokowi.

Rencananya, imbuh Dedy, pertemuan tersebut akan berlangsung pada pekan depan, setelah SBY pulang kunjungan kerja ke Papua dan Timor Leste.

"Dijadwalkan kalau nggak 27 Agustus atau 29 Agustus ini," tutur Dedy di kantornya, Jakarta, Jumat 22 Agustus.

"Dalam sidang kabinet terbatas kemarin (Kamis), Presiden SBY melarang jajarannya bertemu langsung dengan Jokowi. Karena presiden akan bertemu dia dan timnya untuk kick off," tegas Dedy.

Setelah itu, sambung Dedy, Tim Transisi Jokowi bakal melakukan konsolidasi dengan Kementerian dan Lembaga (K/L). Bappenas dan Kementerian Keuangan yang akan memimpin pertemuan tersebut.

"Sesudah Presiden (SBY) bertemu Jokowi dan tim transisi, lalu ketemu lagi K/L. Sudah ditunjuk Bappenas dan Kemenkeu sebagai lead (memimpin) untuk mengumpulkan semuanya dan berhadapan dengan tim transisi," papar dia.

Dedy mengaku, pertemuan tersebut tak lain untuk mengakselerasi program-program pembangunan ekonomi, maupun kebijakan antara pemerintahan SBY dengan pemerintahan baru Jokowi di masa transisi.

"Presiden baru juga akan menandatangani Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 pada 15 Januari 2015," pungkas Dedy.

Sehari sebelumnya, Jokowi mengungkapkan akan segera menemui Presiden SBY usai putusan MK yang menolak seluruh gugatan kubu pasangan Prabowo-Hatta. Pertemuan itu untuk membahas hal-hal berkaitan dengan transisi pemerintahan.

"Secepat-cepatnya (melakukan pertemuan dengan SBY), tapi kan sekarang beliaunya lagi ada di Papua," ujar Jokowi di Balaikota, Jakarta, Kamis 21 Agustus.

Jokowi menyebutkan, ada 2 hal pokok yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut. Yaitu mengenai Rancangan APBN 2015 dan membahas mengenai komposisi kementerian di kabinetnya nanti. Jokowi mengaku akan berdiskusi dengan SBY dan meminta pendapat mengenai 2 hal tersebut.

"Kemudian juga hal yang berkaitan dengan kesinambungan program, kemudian yang berkaitan dengan persiapan pemerintahan baru?" ucap Jokowi.

Ia mengaku selain akan melakukan komunikasi ke SBY, juga bakal menemui Badan Anggaran DPR untuk membahas kemungkinan masuknya program-programnya dalam anggaran 2015.

"Tentu saja secepatnya kita akan masuk, tapi bisa saja seperti yang saya sampaikan ya itu secepatnya kita masuk ke kementerian, bisa juga pembahasan di Dewan pun juga, kegiatan-kegiatan program yang kita punyai juga terakomodasi di situ, jadi saat pelantikan, besoknya langsung bisa kerja," ucap Jokowi.

Jokowi berharap agar program-program unggulannya dapat dimasukkan dalam anggaran 2015. Ia pun optimistis, dengan berkomunikasi secara baik dengan legislatif dan eksekutif, program-programnya seperti Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar dapat dimasukkan dalam anggaran 2015.

"Yang paling penting program utama kita yang bisa dilaksanakan, bisa dimasukkan. Itu tidak mengubah loh, jangan bikin kacau. Contoh, misalnya pendidikan, Kartu Jakarta Pintar, itu kan udah ada anggaran untuk pendidikan untuk apa untuk apa, tolak ukurnya apa, rupiahnya sama tapi mungkin dipindah," jelas Jokowi.

Langkah Selanjutnya

Pasca-keputusan MK yang menolak seluruh permohonan pihak Prabowo-Hatta, Jokowi dan JK memang bergerak cepat. Terlebih, banyak kalangan menilai keputusan MK terkait gugatan Pilpres 2014 itu bersifat final dan mengikat.

Pakar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia, Sri Hastuti Puspitasari, misalnya. Ia menekankan keputusan MK ini sudah bulat dan mengikat. Jadi upaya hukum telah berakhir di MK.

"Kalau untuk mempersoalkan sengketa hasil pemilu, upaya hukum sudah berakhir sejak putusan MK dibacakan," kata Sri Hastuti Puspitasari di Yogyakarta, Jumat 22 Agustus.

Fokus utama Jokowi dan JK saat ini adalah menyusun kabinet dan mematangkan langkah transisi dengan pemerintahan sekarang. Ini seperti dituturkan dalam jumpa pers bersama Jusuf Kalla di Taman Suropati, Jakarta, Kamis malam 21 Agustus.

"Langkah selanjutnya segera merencanakan, mempersiapkan pemerintahan yang baru," ujar Jokowi.

"Artinya segera kita bertemu dengan pemerintah sekarang, yaitu pemerintahan Pak SBY untuk mengetahui persoalan," lanjut Jokowi.

Kemudian, sambung Jokowi, nantinya pihaknya juga bisa masuk ke kementerian. "Agar persiapan kita bisa segera matang," demikian Jokowi.

Bersambung: Warisan SBY


Warisan SBY

Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Liputan6.com/Andri Wiranuari)



Wajar Jokowi membuat gebrakan yang cepat. Hanya saja SBY telah menjabat sebagai Presiden RI selama 10 tahun. Selama 2 periode itu, ada 3 hal yang dinilai perlu dilanjutkan oleh Presiden RI periode 2014-2019 Jokowi.

"Pertama, SBY telah menjaga harmoni yang menjadi bagian dari nilai-nilai budaya kita dengan merangkul semuanya karena negara ini kan Bhinneka Tunggal Ika," ungkap peneliti senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat 22 Agustus.

Menurut dia, politik harmoni perlu diteruskan Jokowi agar demokrasi Indonesia semakin matang. "Lalu fokus pada meneruskan juga bagaimana melakukan reformasi birokrasi," imbuh wanita yang karib disapa Wiwik itu.

Yang ketiga, lanjut dia, adalah keberhasilan Presiden SBY memberantas korupsi. "Pemberantasan korupsi perlu diteruskan. Supremasi hukum itu penting agar ada pengawasan setiap detik," tukas Wiwik.

Hampir senada dengan peneliti LIPI tersebut, anggota Komisi XI DPR Achsanul Qosasi secara pribadi mengaku berterima kasih kepada Presiden SBY yang telah selama 10 tahun memimpin Indonesia. SBY akan segera mengakhiri masa jabatannya dan akan digantikan oleh Jokowi sebagai Presiden RI 2014-2019.

Menurut anggota Fraksi Partai Demokrat itu, SBY selama 2 periode telah berhasil membuat situasi di Indonesia kondusif.

"Ya secara pribadi, sebagai kader, sebagai rakyat dan juga sebagai wakil rakyat Madura, saya berterima kasih kepada Pak SBY. Karena Indonesia sangat kondusif selama 10 tahun terakhir, berbagai penghargaan dari dunia Internasional telah kita peroleh. Kita masuk dalam G-20 yang setara dengan negara maju," kata Achsanul kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat 22 Agustus.

Meski mengakui banyak yang masih harus dikerjakan untuk menjadikan Indonesia lebih baik di semua bidang, ia berpendapat SBY telah memberikan warisan yang positif bagi pemimpin-pemimpin Indonesia mendatang.

"Memang masih banyak yang belum selesai, oleh karena itu kita (Partai Demokrat) ingin memberikan heritage yang positif bagi penerus kepemimpinan mendatang. Tidak ada manusia yang sempurna, karena pemimpin itu dihadirkan sesuai masanya," ujar dia.

Achsanul pun memuji, SBY sudah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai presiden dengan baik. "Pak SBY sudah menjalankannya dengan baik, untuk bangsanya dan untuk negaranya," tandas Achsanul.

Ihwal segi positif kepemimpinan SBY juga disuarakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto.

Djoko menegaskan proses Pemilu 2014 tidak akan berhasil tanpa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Di antara 6 presiden yang pernah memimpin Indonesia, SBY dianggap paling berkomitmen melakukan transisi secara damai dan aman.

"Saya tak ingin seperti terlihat membela Bapak SBY. Tapi lihat saja, siapa presiden yang paling komitmen untuk transisi? Ya Bapak SBY," kata Djoko Suyanto di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat 22 Agustus.

SBY, lanjut Djoko, menginginkan transisi berjalan dengan baik agar rakyat Indonesia tidak menjadi korban. Karena itu, situasi kondusif ditugaskan SBY pada Djoko dan hal itulah yang dilakukan.

Keriuhan pesta demokrasi 5 tahunan telah usai. Mahkamah Konstitusi (MK) telah menguatkan hasil KPU yang memenangkan pasangan Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih 2014-2019.

Presiden SBY pun dinilai telah berhasil menciptakan pemilu yang damai. Kendati, ketidakpuasan peserta pemilu masih mewarnai pesta demokrasi.

"Harus diakui Presiden SBY ikut bertanggung jawab menciptakan pemilu damai, meskipun ada riak kecil," ujar peneliti senior LIPI Siti Zuhro kepada Liputan6.com.

Menurut dia, dalam penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini, Presiden SBY juga telah berhasil menggelar pemilu yang prosedural. Walaupun sejumlah penyimpangan masih terjadi.

"SBY berhasil, istilahnya mengadakan pemilu yang prosedural. SBY belum menghadirkan pemilu dengan penegakan hukum dalam artian yang sebenarnya, karena justru dalam pileg ada 700-an sengketa yang masuk ke MK," jelas wanita yang karib disapa Wiwik itu.

Peta Koalisi Berubah?

Terlepas dari soal transisi serta warisan pemerintahan SBY, Presiden dan Wapres terpilih Jokowi-JK patut pula mencermati adanya dinamika koalisi partai. Partai-partai politik diperkirakan akan berubah haluan pasca-putusan MK, Kamis 21 Agustus.

Sejauh ini beberapa parpol pendukung Koalisi Merah Putih memang menegaskan tetap memilih sebagai pihak oposisi. Namun, tak menutup kemungkinan Koalisi Merah Putih yang telah mendeklarasikan dirinya sebagai koalisi permanen akan pindah ke kubu Jokowi-JK.

"Mudah-mudahan perubahan-perubahan itu didasarkan atas suatu cita-cita besar dan perbedaan paradigma, bagaimana sebetulnya paradigma yang mereka anggap paling baik," kata pengamat Kristiadi.

"Kalau bergabung, betul-betul setelah mereka mencermati apa yang mau dilakukan Jokowi. Bila agendanya cocok dengan agenda yang mau diperjuangkan partai-partai ini kepada rakyat, bergabung. Tapi kalau tidak, ya tidak usah bergabung. Tapi jangan sampai mereka bergabung cuma karena terbius oleh nikmat kekuasaan," tambah Kristiadi.

Kubu Jokowi-JK bahkan mengaku sudah menjalin komunikasi dengan 4 partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih yang mendukung Prabowo-Hatta. Komunikasi itu dijalin sejak pengumuman hasil rekapitulasi KPU.

"Parpol politik dengan Koalisi Merah Putih terus berjalan, kalau mau bersama diperintahkan masih ada waktu. Saat ini masih setengah merapat," kata Sekjen Partai Nasdem Rio Capella di sela acara Halal Bihalal Partai Nasdem bersama relawan Jokowi-JK di Jakarta Expo Kemayoran, Jakarta, Jumat 22 Agustus.

Rio menjelaskan, 4 partai yang sudah menjalin komunikasi politik yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrat. "Masuk 3 atau 2 (partai) ada proses 2 bulan untuk 4 partai itu," ujar Rio.

Di satu sisi, dinamika politik memang sulit ditebak. Namun pada sisi berbeda, banyak pihak menantikan langkah nyata atau kinerja pemimpin baru menjalankan roda pemerintahan republik ini. Kita nantikan saja... (Riz)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya