Curhatan Pengembang Buat Jokowi soal Krisis Perumahan

Ketua Umum DPP Apersi Eddy Ganefo sangat mengapresiasi keputusan MK yang telah mengukuhkan Jokowi sebagai Presiden terpilih Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 23 Agu 2014, 13:31 WIB
(ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengembang dan Perumahan Seluruh Indonesia (Apersi) sangat berharap besar terhadap Presiden dan Wakil Presiden baru Joko Widodo dan Jusuf Kalla agar lebih memperhatikan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Ketua Umum DPP Apersi, Eddy Ganefo mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mengukuhkan secara sah Jokowi sebagai Presiden terpilih Indonesia.

"Tentunya hal ini akan berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia, khususnya di bidang properti. Pasar pun pasti juga menyambut positif keputusan tersebut," kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Sabtu (23/8/2014).

Eddy menyebut jika Indonesia sedang menghadapi krisis perumahan. Pasalnya, sambung dia, angka kekurangan pasokan rumah (backlog) terutama untuk MBR semakin tinggi. Hal itu terjadi karena ketidakseimbangan antara pertumbuhan permintaan dan penawaran rumah kepada MBR.

Lebih jauh dia menjelaskan, ada tujuh hambatan perumahan yang perlu menjadi fokus perhatian Presiden dan Wapres serta kabinet baru.

1. Hambatan fisik berupa keterbatasan lahan untuk pembangunan perumahan, selain karena harganya yang cenderung mahal serta prosedur pembebasan yang belum kondusif untuk pengembangan perumahan bagi MBR.

2. Hambatan hukum dan peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh, belum leluasanya pengurusan sertifikasi hak milik rumah MBR dan juga ketidakkonsistenan UU Nomor 1 tahun 2011 dan peraturan terkait.

3. Hambatan organisasi, di mana manajemen kebijakan pengembangan perumahan cenderung berorientasi pada pembangunan rumah komersil yang dapat mengeliminasi hak MBR.

4. Hambatan politik berupa kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan pengembangan perumahan untuk MBR.

5. Hambatan distributif, di mana aksesbilitas MBR ke pasar perumahan masih sangat terbatas akibat kecenderungan harga naik dan daya beli mereka tetap rendah bahkan tidak berdaya sama sekali.

6. Hambatan dana. Berbagai skema pembiayaan perumahan yang diluncurkan melalui kebijakan selama ini belum efektif menyentuh persoalan dalam usaha membuka akses MBR untuk memiliki rumah.

7. Hambatan sumber daya manusia. Pemegang kebijakan perumahan rakyat belum menjiwai ruh dari perumahan untuk rakyat khususnya perumahan untuk MBR.

"Mudah-mudahan Presiden baru beserta kabinetnya ikut memperhatikan perumahan bagi MBR," harap Eddy. (Fik/Ndw)

Bagi Anda yang ingin mengikuti simulasi tes CPNS dengan sistem CAT online, Anda bisa mengaksesnya di Liputan6.com melalui simulasicat.liputan6.com. Selamat mencoba!

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya